PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan
μετρον, berarti "ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di
bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya
menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour
lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath),
dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Awalnya, batimetri
mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Keterbatasan utama teknik ini
adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap
tidak efisien (Wikipedia 2000 :1).
Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap
pergerakan kapal dan arus. Batimetri berasal dari bahasa yunani, yaitu Bahty yang
berarti kedalaman sedangkan metry berarti ilmu ukur, sehinggga
bathimetri dapat dijelaskan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang
pengukuran kedalaman lautan, laut atau tubuh perairan lainnya. Adapun metode
yang sering digunakan dalam mengukur kedalaman lautan atau perairan ditempat
manapun memanfaatkan Sound Navigating atau yang lebih dikenal dengan
nama sounding (Nontji 2002 : 85).
Sistem Navigasi Survey ialah Penentuan posisi kapal survey dilaksanakan
menggunakan GPS receiver dengan metode Real Time Differential (DGPS)
dengan mengikuti prinsip survey yang baik dean menjamin tidak adanya keraguan
atas posisi yang dihasilkan. Lintasan kapal survey dipantau setiap saat melalui
layer monitor atau diplot pada kertas dari atas anjungan. System computer
navigasi memberikan informasi satelit GPS seperti: Nomer satelit yang
digunakan, PDOP dan HDOP. Elevasi mask setiap satelit diset pada
ketinggian minimum (Foster 2000 :
211).
Bila DGPS yang digunakan menggunakan shore
base station, satu GPS receiver dipasang diatas kapal survey dan satu lagi di
atas titik berkoordinat didarat (Shore base station). Selama akuisisi
data, koreksi diferential dimonitor dari atas kapal pada system navigasi.
System computer navigasi menentukan posisi setiap detik, dan jika perlu logging
data ke hardisk computer dapat digunakan untuk mendapatkan tujuan ini tercapai,
alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur
standar kalibrasi dilaksanakan data kedalaman optimum mencakup seluruh
kedalaman dalam area survey. Agar tujuan ini tercapai, alat echosounder
dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. (Anugerah 2002 : 111).
Dalam proses pengukuran kedalaman suatu perairan sering berhubungan juga
dengan beberapa faktor penting (aspek fisika laut) seperti gelombang Adapula faktor cahaya atau kecerahan,
tekanan, suara di laut dan
lain-lain. mendapatkan data kedalaman
optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survey Untuk saat ini mengukur
kedalaman perairan menggunakan peralatan elektronik yang bernama fathometer
atau echosounder (Foster 2000 : 136).
Survey batimetri dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan
konfigurasi/topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang
mungkin membahayakan tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan
spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan melakukan
barcheck atau koreksi Sound Velocity Profile (SVP) untuk menentukan index error
correction (Wikipedia 2000 : 1).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.
Mahasiswa dapat mengetahui sistem koordinat bumi.
2.
Mahasiswa dapat menghitung jarak, sudut serta
menentukan koordinat suatu posisi.
3.
Mahasiswa dapat mengetahui bentuk-bentuk dasar perairan.
4.
Mahasiswa dapat mengetahui aturan-aturan dasar dalam
membuat kontur-kontur batimetri.
5.
Mahasiswa dapat membuat kontur batimetri serta
menginterpretasikan kontur batimetri.
1.2. Manfaat
Adapun manfaat yang didapat pada praktikum ini adalah :
- Mengetahui dan mampu menggambarkan kontur kedalaman suatu perairan.
- Mampu menggambar topografi dasar perairan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Batimetri adalah ukuran tinggi rendahnya
dasar laut. Peta batimetri memberi informasi mengenai tinggi rendahnya dasar
laut. Pemanfaatan
peta batimetri dalam bidang kelautan misalnya dalam bidang kelautan misalnya
dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, pembangunan
jaringan pipa bawah laut dsb.
Adapun bentuk-bentuk dasar laut menurut Ross (1977) adalah :
- Ridge dan Rise
:
Ridge dan Rise merupakan
suatu proses peningggian yang terdapat di atas lautan (sea floor), hampir
serupa dengan gunung-gunung di daratan. Ridge lerengnya lebih
terjal daripada rise.
- Trench
Trench adalah bagian laut yang
terdalam. Disebut juga palung yang sempit dengan sisi yang curam
- Basin
Basin yaitu depresi atau cekungan yang berbentuk bulat dan lonjong.
- Island Arc
Kumpulan pulau-pulau seperti Kepulauan Indonesia yang mempunyai
perbatasan dengan benua, tetapi memiliki asal yang berbeda.
- Mid Oceanic Vulcanic
Island
Pulau-pulau vulkanik yang terdapat ditengah-tengah lautan.
- Atol
Daerah ini terdiri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagian tenggelam
di bawah permukaan air . Batuan yang terdapat di daerah ini adalah terumbu
karang mati maupun hidup yang berbentuk seperti cincin mengelilingi sebuah
lagoon yang dangkal.
- Seamount dan Guyot
Adalah gunung-gunung berapi yang muncul dari dasar lautan, tetapi
tidak mencapai ke permukaan. Batas-batas pantai yang merupakan daerah peralihan antara daratan
dan lautan sering ditandai dengan adanya suatu perubahan kedalaman yang
berangsur-angsur. Bagian-bagian tersebut adalah :
- Continental Shelf
Merupakan daerah yang mempunyai lereng yang landai dan berbatasan
langsung dengan daratan.
- Continental Slope
Continental Slope memiliki lereng yang lebih terjal daripada
Continental Shelf.
- Continental Rise
Daerah ini merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian
perlahan-lahan menjadi datar pada dasar lautan.
Morfologi dasar laut cukup kompleks seperti halnya daratan, berikut
beberapa bentuk relief dasar laut (Stewart 2002 : 33).
Pengukuran Pasut ini
dimaksudkan untuk mendapatkan data elevasi titik-titik yang ada di permukaan
bumi maupun titik-titik yang ada di atas laut, baik di sisi Surabaya dan di
sisi Madura. Metode Pasut ini dikombinasikan dengan
pengukuran sipat datar untuk mendapatkan data bagi pelaksanaan pembangunan
Jembatan Suramadu. Pada pengukuran Pasut ini adalah untuk menentukan jenis/tipe
Pasut dan ketinggian muka air laut rata-rata (MSL=Mean Sea Level) sebagai titik
referensi (titik nol) untuk pengukuran elevasi. Pasut terjadi akibat gerakan
bulan mengelilingi bumi, dimana tipe Pasut untuk suatu daerah akan bervariasi
tergantung pada beberapa hal, antara lain:
· Besarnya
massa air laut yang bergerak.
· Faktor
angin.
· Topografi
dasar laut (Bathimetri).
· Gerakan
bulan mengelilingi bumi.
Pengukuran Pasut pada
Jembatan Suramadu memakai periode 15 hari (15 piantan) yang dilakukan mulai
dari tanggal 8 - 23 Agustus 2003 dengan lokasi di kedua sisi, yaitu di Desa
Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran Surabaya (X=696.658 m, Y=9.203.380 m) dan di
Desa Sekar Bunguh, Kecamatan Labang, Madura (X=696.697 m,Y=9.208.115 m) (Nontji 2002 : 85).
Pelaksanaan pengukuran Pasut dilakukan
dengan memasang Tide Pole (rambu pasut) di tempat yang selalu terendam air
laut, baik pada saat air laut pasang tertinggi dan pada saat air laut surut
terendah dan diamati pada Tide Pole tersebut, dicatat data ketinggian air laut
setiap jam selama 15 hari. Mengingat lokasi pengamatan di Surabaya dan di
Madura mempunyai topografi yang berbeda maka untuk sisi Surabaya, dengan lokasi
yang lebih dangkal, dipasang 4 Tide Pole sedangkan di sisi Madura dengan lokasi
lebih dalam dipasang 3 Tide Pole, tujuannya adalah untuk mentransfer data
pengamatan pasut dan untuk memenuhi kondisi pasang tertinggi surut terendah
(Foster 2000 : 211).
Melihat sifat air laut yang dinamis
membentuk gelombang sinusoida, maka pembacaan pada Tide Pole menggunakan
kesepakatan: “Bacaan angka rambu tertinggi pada saat datangnya penggunaan
gelombang berurutan 3 kali dan cekungan gelombang 3 kali dirata-rata”.
Ilustrasi cara pembacaan Tide Pole.
Sisi Surabaya
Kedudukan air surut (LWL) berada pada 0.990 meter di bawah muka air
laut rata-rata (MSL). Kedudukan air pasang(LWL) berada pada 1.300 meter di atas
muka air laut rata-rata (MSL)
Sisi Madura
Kedudukan air surut (LWL) berada pada 0.990 meter di bawah muka air
laut rata-rata (MSL) Kedudukan air pasang(LWL) berada pada 0.980 meter di atas
muka air laut rata-rata (MSL) .
Suatu pulsa gelombang ultrasonik dikirim dari sebuah kapal ke bawah laut
oleh sebuah alat yang disebut fathometer atau echosounder.
Beberapa saat kemudian, fathometer mendeteksi adanya pulsa gelombang
ultrasonik (Foster 2000 : 136).
Fathometer ini juga merekam waktu yang dibutuhkan untuk satu detak
suara pada lintasan ini kapal ke dasar laut dan kembali lagi secara berulang.
Dengan menggunakan kecepatan suara di air laut kita dapat lebih mudah
menghitung kdalaman perairan (Anugerah 2002 : 56).
Kecepatan suara di laut sangat dipengaruhi oleh temperatur, salinitas dan
tekanan sehingga didalam pengamatan dan pengukuran kecepatan suara di laut
perlu memperhatikan kondisi–kondisi parameter diatas.Selain itu kecepatan suara
berubah pada kedalaman yang berbeda–beda. Di permukaan laut, kecepatan udara
sekitar 1500 m/s, lalu turun sekitar 1480 m/s pada kedalaman 500-1000 m dan
meningkat menjadi 1525 m/s pada kedalaman 4000 m (Nontji 2002 : 80).
Hal ini dapat terjadi karena gelombang suara mengalami pembelokan (refraction).
Pada kedalaman yang lebih dangkal sekitar 500-1000 m gelombang akan membelok ke
bawah dan untuk kedalaman yang lebih lagi, gelombang suara akan membelok ke
atas. Dewasa ini pengembangan peralatan “ Remote Sensing “ (penginderaan
jauh) untuk bawah air, lebih banyak menggunakan alat yang berbasiskan gelombang
suara dibandingkan dengan yang menggunakan pancaran gelombang elektromagnetik
cahaya atau gelombang (Kanginan 2000 : 111).
Hal ini disebabkan gelombang memiliki kemampuan menembus kolom air yang
lebih jauh dibandingkan dengan pancaran gelombang elektromagnetik.Sumber suara
di laut antara lain : pergerakan arus dan gelombang, pmindahan (transfor)
sedimen serta aktivitas yang dilakukan oleh organisme-organisme laut dan
manusia. Kecepatan suara di laut lebih cepat dan mampu menempuh jarak yang
lebih jauh dibandingkan dengan diudara. Pada suhu 20oC kecepatan di
laut adalah sekitar 1519 m/s dan diudara 346 m/s. Pada sebuah kapal perang atau
kapal penyapu ranjau, biasanya dilengkapi dengan alat pendeteksi benda-benda di
bawah permukaan laut yang dinamakan Sonar (singkatan dari sound
navigating ranging) (Steward 2000 : 1).
Ketika terjadi kecelakaan pesawat silk air diperairan sungai musi
Palembang pada 19 desember 1997, dimana sebagian besar badan pesawat terbenam
kedalam sungai yang kedalamannya mencapai 10-15 m, para penyelam sulit
menemukan puing-puing pesawat karena air sungai musi yang keruh berwarna
coklat. Untuk mengatasi masalah ini, regu penolong mengerahkan sebuah yang ada
kapal penyapu ranjau yang memiliki peralatan sonar untuk menemukan pesawat
didasar sungai (Foster 2000 : 137).
Dengan menggunakan pulsa ultrasonik ini, berbagai benda didalam laut
dapat dideteksi misalnya kapal tenggelam, letak palung laut dan letak kelompok
ikan. Dengan prinsip yang sama, struktur permukaan bumi juga dapat dianalisis
dengan pulsa ultrasonik, khususnya untuk menyelidiki kandungan minyak dan
mineral didalam bumi (Kanginan 2000 : 213).
Sementara itu hubungan kedalaman dengan tekanan memiliki hubungan erat,
dimana tekanan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Besarnya
tekanan dipermukaan (0 meter) adalah 1 atm (atmosfir).Tekanan akan meningkat
sebesar 1 atm untuk setiap penambahan kedalaman 10 meter. Selain atm
(atmosfir), satuan tekanan yanglain adalah : bar, mmHg, kg/cm-2.
Dimana 1 atm = 1013 milibar = 760 mmHg = 1033 kg/cm2. Tekanan sangat
berpengaruh bagi penyelam, misalnya ketika mereka menyelam sampai ke kedalaman
10 m, tekanan juga naik menjadi 2 atm yang selanjutnya mengakibatkan volume
udara di paru-paru juga berkurang hingga separuhnya (50%) (Nontji 2000 : 211).
Untuk mengatasi hal ini perlu adanya bantuan scuba (Self Contained
Underwater Breathing Apparatus ) yang menjadikan tekanan paru-paru
sama dengan tekanan air. Apek fisika laut lainnya yang sangat berpengaruh pada
pengukuran kedalaman adalah suhu, cahaya (kecerahan), dan gelombang. Suhu
adalah besaran yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung
dalam suatu benda (Foster 2000 : 67).
Dilautan, suhu bervariasi secara horizontal sesuai garis lintang, dan
juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Secara alamiah sumber utama suhu
dalam air adalah matahari. Suhu akan berubah sesuai dengan perubahan intensitas
penyinaran cahaya matahari secara horizontal, suhu air laut cenderung berkurang
ke arah lintang tinggi (kutub). Sedangkan secara veertikal, suhu semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman.Suhu dalam lautan bervariasi
sesuai dengan kedalaman. Massa air permukaan diwilayah tropik, panas sepanjang
tahun yaitu berkisar 20-30oC. Sedangkan pada wilayah subtropik,
hangat dimusim panas (Kanginan 2000 : 211).
Dibawah
air permukaan hangat, suhu mulai menurun dan mengalami penurunan yang cepat
pada kisaran kedalaman yaitu antara 50-300 meter atau sekitar 20-100 meter
(Hutabarat, 1984). Zona dikedalaman dimana terjadi penurunan suhu yang sangat
cepat ini disebut Termoklin. Termoklin adalah suatu gambaran yang terjadi
sepanjang tahun diperairan tropik, sedangkan didaerah subtropik hanya terjadi
pada musim panas. Didaerah kutub, termoklin tidak kenal (Nybakken 1992 : 45).
Suhu juga berpengaruh terhadap kerapatan air laut. Air laut yang hangat
kerapatannya lebih rendah daripada air laut yang dingin pada salinitas yang
sama. Kerapatan juga dipengaruhi oleh
salinitas. Tetapi variasi suhu yang ditemukan diseluruh samudera lebih
besar daripada salinitas. Oleh itu, suhu
lebih penting dalam mempengaruhi kerapatan biasanya mengukur densitas
(kerapatan) air laut dengan satuan ‘ sigma t ‘ contoh = 1.028 gr/cm3 =(Depdikbud
1994 : 31).
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital
(metabolisme), hanya berfungsi pada kisaran suhu yang relatif sempit, yakni
antara 0-40oC. Kebanyakan organism di laut telah mempunyai adaptasi,
sehingga mampu hidup dan berkembang pada kisaran suhu tersebut. Namun demikian
ikan pada umumnya mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang
mendadak. Suhu yang baik untuk kehidupan didaerah (Nybakken 1992 : 40).
Semua organisme laut, kecuali burung-burung dan mamalia laut bersifat
poikilotermik artinya suhu tubuhnya dipengaruhi oleh massa air disekitarnya.
Burung dan mamalia bersifat homiotermik artinya mempunyai kemampuan mengatur
seniri suhu tubuhnya tanpa dipengaruhi suhu massa air.Pengukuran kedalaman juga
berpengaruh pada cahaya (kecerahan). Cahaya matahari merupakan sumber energi
bagi kehidupan jasad hidup diperairan. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan
air untuk proses fotosintesis. Cahaya yang jatuh dipermukaan air sebagian akan
dipantulkan dan sebagian lagi akan diserap. Cahaya yang diserap akan diubah
menjadi panas. Cahaya inilah yang nantinya akan menentukan kecerahan suatu
perairan (Depdikbud 1994 : 30).
Kedalaman penetrasi cahaya dialam laut bergantung pada beberapa faktor
antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air,
pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim. Adanya awan
dan debu juga mempengaruhi cahaya sebelum sampai ke permukaan air, yakni dapat
mengurangi jumlah dan intensitas cahaya yang sampai dipermukaan setelah
menjelajahi atmosfir. Kecerahan dapat diukur dengan menggunakan bantuan secchi
disc atau piringan secchi (Foster 2000 : 66).
Bila cahaya sampai dipermukaan air, sebagian akan pantulkan. Besarnya
bagian yang dipantulkan bergantung pada besarnya sudut antara berkas cahaya
datang dengan permukaan air. Makin kecil sudut ini, makin banyak cahaya yang
dipantulkan. Sebaliknya semakin sudut ini mendekati 90oC (tegak
lurus terhadap permukaan air) semakin sedikit cahaya yang dipantulkan. Misalnya
tinggi cahaya 90 derajat maka jumlah cahaya yang dipantulkan 2% dan jumlah
cahaya yang diteruskan ke dalam air sebesar 98% (Nontji 2002 : 11).
Bagian cahaya yang dapat menembus permukaan laut akan mengalami
pengurangan lebih lanjut melalui dua proses yang berlangsung didalam air. Yang
pertama adalah pemantulan oleh berbagai partikel hidup dan mati yang
tersuspensi dalam kolom air. Partikel ini menangkap cahaya dan kemudian
mengadsorpsinya atau memantulkannya kembali kepermukaan. Kedua, air sendiri
memantulkan cahaya yang mengakibatkan berkurang jumlah cahaya yang tersedia
(Anugerah 2002 : 21).
Gelombang juga sangat berpengaruh pada pengukuran kedalaman perairan.
Gelombang laut yang disebabkan atau dibangkitkan oleh angin. Jika ada dua
lapisan fluida yang mempunyai perbedaan kecepatan bertemu, maka akan ada
tegangan fiksi diantara keduanya, maka ada yang namanya transfer suatu energi.
Dipermukaan laut, kebanyakaqn energi yang ditransfer merupakan hasil dari arus
yang dibangkitkan oleh angin (Depdikbud 1994 : 31).
Ada beberapa penyebab gelombang masih dibawah kecepatan angin, hal
berikut adalah :
1.
Beberapa energi angin ditransferkan ke permukaan laut
melqlui gaya tangensial, yang kemudian menghasilkan arus permukaan.
2.
Beberapa energi angin di disipasikan / dikurangi oleh
gesekan.
3.
Energi hilang dari gelombang lebih besar sebagai hasil
dari while chapping yaitu pecahnya puncak gelombang karena dibawa ke depan oleh
angin yang lebih cepat dari perjalanan gelombang itu sendiri.
Gelombang memiliki tinggi dan kecuraman. Tinggi gelombang
dipengaruhi oleh komponen-komponen gelombang, yaitu perbedaan frekuensi dan
amplitudo. Dalam teori, jika tinggi dan frekuensi gelombang diketahuio adalah
sangat memungkinkan untuk menprediksi secara akurat tinggi dan frekuensi
gelombang terbesar. Tinggi gelombang kurang penting untuk pelaut dibandingkan
kecuraman. Kebanyakan gelombang yang dibangkitkan oleh angin mempunyai
kecuraman dalam orde 0,03-0,06. Gelombang yang lebih curam dari kisaran
tersebut dapat menyebabkan masalah untuk kapal, tetapi untungnya kecuraman
gelombang (Depdikbud 1994 : 37).
Secara umum kecuraman pada gelombang akan berkurang dengan
meningkatnya panjang gelombang. Gelombang yang berombak pendek yang
dibangkitkan dengan cepat oleh angin lokal yang keras biasanya tidak
menyenangkan untuk kapal-kapal kecil karena gelombangnya curam walaupun tidak
terlalu tinggi (Foster 2000 : 76).
Kecepatan suara di laut sangat dipengaruhi oleh temperatur, salinitas dan
tekanan sehingga didalam pengamatan dan pengukuran kecepatan suara di laut
perlu memperhatikan kondisi–kondisi parameter diatas (Nontji 2002 : 80).
BAB
III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin 26 September 2011 pukul 13.30 WIB. Bertempat diruang laboratorium
Oseanografi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. kertas milimeter blok
2. kalkulator,
3. penggaris,
4. pensil,
5. penghapus dan
6. pena.
3.3. Cara kerja
Soal Pra
Praktek
1.
Jika suatu kapal melakukan sounding di perairan selat
Bangka, dimana diketahui kecepatan suara dalam air = 4800 feet/second dan
kedalaman perairan = 150 feet, berapa waktu yang dibutuhkan hingga suara dapat
ditangkap kembali oleh alat sounding ?
2.
Apakah artinya jika disuatu peta dituliskan 1 : 250000
cm ?
3.
Jika diketahui horizontal scale = 1 : 750000 dan
vertical scale = 1 : 100000, berapa vertikal exaggration ?
4.
Jawab :
1. Waktu = 2 x kedalaman / kecepatan = 2. 150 feet / 4800
feet/second
=
0,0625 second
2. Artinya 1 cm pada peta sama dengan 250000 cm pada kondisi
sebenarnya dibumi
3. VE = 750000 (horizontal) / 100000 (vertikal) = 7,5 x.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Stasion
|
Lintang
|
Bujur (BT)
|
Kedalaman (m)
|
1
|
1o 30’00”
LU
|
125o 30’00”
|
134,50
|
2
|
1o 30’00” LU
|
126o 30’00”
|
134,65
|
3
|
1o 00’00” LU
|
127o 00’00”
|
134,65
|
4
|
1o 00’00” LU
|
127o 00’00”
|
134,64
|
5
|
1o 00’00” LS
|
127o 00’00”
|
134,73
|
6
|
1o 00’00” LS
|
1260 00’ 00”
|
134,65
|
7
|
1o 00’00” LS
|
1250 00’ 00”
|
134,72
|
8
|
1o 00’00” LS
|
1240 00’ 00”
|
134,27
|
9
|
0o 30’00” LS
|
1240 30’ 00”
|
134,33
|
10
|
0o 01’00” LS
|
1250 00’ 00”
|
134,33
|
11
|
0o 30’00” LU
|
1250 30’ 00”
|
134,74
|
12
|
1o 00’00” LU
|
1260 00’ 00”
|
134,65
|
4.2. Pembahasan
Pada
praktikum ini ada beberapa titik pada
grafik bathimetri yang jika dilihat sekilas maka kita akan berpikir bahwa
titik-titik tersebut berpotongan atau saling tumpang tindih. Sebenarnya
titik-titik itu tidak saling tumpang tindih melainkan jarak antar yang satu
saling berdekatan, hanya selisih beberapa mili saja. Contohnya jika garis
kontur 50 meter adalah gambar garis lepas pantai ke sambungan garis pantai,
semua kedalaman 50 meter harus pada garis tersebut, dan semua hasil sounding
yang lebih dangkal dari 50 meter harus diantara garis kontur tersebut dan
pantai. Jika hasil sounding lebih besar dari 50 meter yang ditemui didalam
wilayah yang dilukiskan dengan kontur tersebur. Letak garis-garis harus
disesuaikan. Asas yang sama digunakan untuk letak dari garis yang bertambah
kedalamannya.
Sebelum praktikan
menentukan posisi bujur dan lintang terlebih dahulu praktikan bagi nilai pada
detik dan menit dengan angka 60 yang kemudian ditambahkan pada nilai didepannya
(nilai yang berderajat). Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam penggambaram
grafik pada kertas milimeter tersebut.
Cara
pengukuran kedalaman berhubungan erat dengan kecepatan, jarak, dan waktu.
Sebagaimana kita ketahui kecepatan = jarak / waktu, jarak = 2x kedalaman =
kecepatan x waktu maka akan didapat kedalaman = (kecepatan x waktu) / 2.
Ketelitian
dan ketajaman matapun sangat diperlukan baik dalam hal menentukan jarak kontur
pada kertas grafik maupun dalam hal perhitungan. Jarak kontur ini akan menyatakan roman bentuk
wilayah dasar laut, maka jika terjadi kesalahan sekecil apapun akan berakibat
buruk pada yang lainnya.
Adapun
kesalahan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu kesalahan bersistem dan
kesalahan random. Kesalahan bersistetm seperti kesalahan orangnya
(pengamatnya), kesalahan ini disebabkan oleh kebiasaan seorang pengamat.
Misalnya seorang pengamat sering kali membuat kesalahan karena kedudukan
matanya terlampau rendah atau terlampau tinggi.
Kesalahan
random terjadi karena pengulangan selalu memberikan yang berbeda-beda, maka
harga tersebut juga akan berbeda dengan harga yang sebenarnya. Misalnya
kesalahan perhitungan, yaitu kesalahan memasukkan angka-angka atau harga
perhitungan, menggunakan kalkulator dan sebagainya.
Berbeda
dengan hasil yang didapat dari sounding yang sudah dicatat pada peta dasar dan
hasil yang diperlihatkan pada grafik hasil pengukuran lebih dikenal sebagai
echogram.
BAB
V
KESIMPULAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat
adalah :
1. Ukurlah
kedalaman perairan dengan telitiagar tidak terjadi kesalahan dalam
penghitunganya
- Batimetri adalah ilmu yang mempelajari penggukuran lautan, laut dan dasar perairan.
3. Alat untuk
mengukur kedalaman perairan adalah fathometer atau echosounder.
4. Dalam
mengukur kedalaman perairan dipengaruhi oleh aspek fisika laut misalnya suhu,
tekanan, cahaya dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen pendidikan dan kebudayaan.1994.Garis-garis program fisika.
Foster,Bob.2000.Fisika Dasar.Jakarta : Erlangga
Hutabarat,Sahala.1985.Pengantar Oseanografi.Jakarta : UI
Kanginan,Martin.2002.Fisikia Dasar.Jakarta : Erlangga
Nontji,Anugerah.2002.Laut Nusantara.Jakarta : Djambatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar