Pages

Kamis, 20 September 2012

Laporan Batimetri (PO)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον, berarti "ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien (Wikipedia 2000 :1).
Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. Batimetri berasal dari bahasa yunani, yaitu Bahty yang berarti kedalaman sedangkan metry berarti ilmu ukur, sehinggga bathimetri dapat dijelaskan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang pengukuran kedalaman lautan, laut atau tubuh perairan lainnya. Adapun metode yang sering digunakan dalam mengukur kedalaman lautan atau perairan ditempat manapun memanfaatkan Sound Navigating atau yang lebih dikenal dengan nama sounding (Nontji 2002 : 85).
Sistem Navigasi Survey ialah Penentuan posisi kapal survey dilaksanakan menggunakan GPS receiver dengan metode Real Time Differential (DGPS) dengan mengikuti prinsip survey yang baik dean menjamin tidak adanya keraguan atas posisi yang dihasilkan. Lintasan kapal survey dipantau setiap saat melalui layer monitor atau diplot pada kertas dari atas anjungan. System computer navigasi memberikan informasi satelit GPS seperti: Nomer satelit yang digunakan, PDOP dan HDOP. Elevasi mask setiap satelit diset pada ketinggian minimum (Foster 2000 : 211).
Bila DGPS yang digunakan menggunakan shore base station, satu GPS receiver dipasang diatas kapal survey dan satu lagi di atas titik berkoordinat didarat (Shore base station). Selama akuisisi data, koreksi diferential dimonitor dari atas kapal pada system navigasi. System computer navigasi menentukan posisi setiap detik, dan jika perlu logging data ke hardisk computer dapat digunakan untuk mendapatkan tujuan ini tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survey. Agar tujuan ini tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. (Anugerah 2002 : 111).
Dalam proses pengukuran kedalaman suatu perairan sering berhubungan juga dengan beberapa faktor penting (aspek fisika laut) seperti gelombang  Adapula faktor cahaya atau kecerahan, tekanan, suara di laut  dan lain-lain.   mendapatkan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area survey Untuk saat ini mengukur kedalaman perairan menggunakan peralatan elektronik yang bernama fathometer atau echosounder (Foster 2000 : 136).
Survey batimetri dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan melakukan barcheck atau koreksi Sound Velocity Profile (SVP) untuk menentukan index error correction (Wikipedia 2000 : 1).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.              Mahasiswa dapat mengetahui sistem koordinat bumi.
2.             Mahasiswa dapat menghitung jarak, sudut serta menentukan koordinat suatu posisi.
3.              Mahasiswa dapat mengetahui bentuk-bentuk dasar perairan.
4.             Mahasiswa dapat mengetahui aturan-aturan dasar dalam membuat kontur-kontur batimetri.
5.             Mahasiswa dapat membuat kontur batimetri serta menginterpretasikan kontur batimetri.
1.2.  Manfaat
Adapun manfaat yang didapat pada praktikum ini adalah :
  1. Mengetahui dan mampu menggambarkan kontur kedalaman suatu perairan.
  2. Mampu menggambar topografi dasar perairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batimetri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Peta batimetri memberi informasi mengenai tinggi rendahnya dasar laut. Pemanfaatan peta batimetri dalam bidang kelautan misalnya dalam bidang kelautan misalnya dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, pembangunan jaringan pipa bawah laut dsb.
Adapun bentuk-bentuk dasar laut menurut Ross (1977) adalah :
-        Ridge dan Rise :
Ridge dan Rise merupakan suatu proses peningggian yang terdapat di atas lautan (sea floor), hampir serupa dengan gunung-gunung di daratan. Ridge lerengnya lebih terjal daripada rise.
-        Trench
Trench adalah bagian laut yang terdalam. Disebut juga palung yang sempit dengan sisi yang curam
-        Basin
Basin yaitu depresi atau cekungan yang berbentuk bulat dan lonjong.
-        Island Arc
Kumpulan pulau-pulau seperti Kepulauan Indonesia yang mempunyai perbatasan dengan benua, tetapi memiliki asal yang berbeda.
-        Mid Oceanic Vulcanic Island
Pulau-pulau vulkanik yang terdapat ditengah-tengah lautan.
-        Atol
Daerah ini terdiri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagian tenggelam di bawah permukaan air . Batuan yang terdapat di daerah ini adalah terumbu karang mati maupun hidup yang berbentuk seperti cincin mengelilingi sebuah lagoon yang dangkal.
-        Seamount dan Guyot
Adalah gunung-gunung berapi yang muncul dari dasar lautan, tetapi tidak mencapai ke permukaan. Batas-batas pantai yang merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan sering ditandai dengan adanya suatu perubahan kedalaman yang berangsur-angsur. Bagian-bagian tersebut adalah :
-        Continental Shelf
Merupakan daerah yang mempunyai lereng yang landai dan berbatasan langsung dengan daratan.
-        Continental Slope
Continental Slope memiliki lereng yang lebih terjal daripada Continental Shelf.
-        Continental Rise
Daerah ini merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian perlahan-lahan menjadi datar pada dasar lautan.
Morfologi dasar laut cukup kompleks seperti halnya daratan, berikut beberapa bentuk relief dasar laut (Stewart 2002 : 33).
Pengukuran Pasut ini dimaksudkan untuk mendapatkan data elevasi titik-titik yang ada di permukaan bumi maupun titik-titik yang ada di atas laut, baik di sisi Surabaya dan di sisi Madura. Metode Pasut ini dikombinasikan dengan pengukuran sipat datar untuk mendapatkan data bagi pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu. Pada pengukuran Pasut ini adalah untuk menentukan jenis/tipe Pasut dan ketinggian muka air laut rata-rata (MSL=Mean Sea Level) sebagai titik referensi (titik nol) untuk pengukuran elevasi. Pasut terjadi akibat gerakan bulan mengelilingi bumi, dimana tipe Pasut untuk suatu daerah akan bervariasi tergantung pada beberapa hal, antara lain:
·  Besarnya massa air laut yang bergerak.
·  Faktor angin.
·  Topografi dasar laut (Bathimetri).
·  Gerakan bulan mengelilingi bumi.
Pengukuran Pasut pada Jembatan Suramadu memakai periode 15 hari (15 piantan) yang dilakukan mulai dari tanggal 8 - 23 Agustus 2003 dengan lokasi di kedua sisi, yaitu di Desa Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran Surabaya (X=696.658 m, Y=9.203.380 m) dan di Desa Sekar Bunguh, Kecamatan Labang, Madura (X=696.697 m,Y=9.208.115 m) (Nontji 2002 : 85).
Pelaksanaan pengukuran Pasut dilakukan dengan memasang Tide Pole (rambu pasut) di tempat yang selalu terendam air laut, baik pada saat air laut pasang tertinggi dan pada saat air laut surut terendah dan diamati pada Tide Pole tersebut, dicatat data ketinggian air laut setiap jam selama 15 hari. Mengingat lokasi pengamatan di Surabaya dan di Madura mempunyai topografi yang berbeda maka untuk sisi Surabaya, dengan lokasi yang lebih dangkal, dipasang 4 Tide Pole sedangkan di sisi Madura dengan lokasi lebih dalam dipasang 3 Tide Pole, tujuannya adalah untuk mentransfer data pengamatan pasut dan untuk memenuhi kondisi pasang tertinggi surut terendah (Foster 2000 : 211).
Melihat sifat air laut yang dinamis membentuk gelombang sinusoida, maka pembacaan pada Tide Pole menggunakan kesepakatan: “Bacaan angka rambu tertinggi pada saat datangnya penggunaan gelombang berurutan 3 kali dan cekungan gelombang 3 kali dirata-rata”. Ilustrasi cara pembacaan Tide Pole.
Sisi Surabaya
Kedudukan air surut (LWL) berada pada 0.990 meter di bawah muka air laut rata-rata (MSL). Kedudukan air pasang(LWL) berada pada 1.300 meter di atas muka air laut rata-rata (MSL)
Sisi Madura
Kedudukan air surut (LWL) berada pada 0.990 meter di bawah muka air laut rata-rata (MSL) Kedudukan air pasang(LWL) berada pada 0.980 meter di atas muka air laut rata-rata (MSL).
Suatu pulsa gelombang ultrasonik dikirim dari sebuah kapal ke bawah laut oleh sebuah alat yang disebut fathometer atau echosounder. Beberapa saat kemudian, fathometer mendeteksi adanya pulsa gelombang ultrasonik (Foster 2000 : 136).
Fathometer ini juga merekam waktu yang dibutuhkan untuk satu detak suara pada lintasan ini kapal ke dasar laut dan kembali lagi secara berulang. Dengan menggunakan kecepatan suara di air laut kita dapat lebih mudah menghitung kdalaman perairan (Anugerah 2002 : 56).
Kecepatan suara di laut sangat dipengaruhi oleh temperatur, salinitas dan tekanan sehingga didalam pengamatan dan pengukuran kecepatan suara di laut perlu memperhatikan kondisi–kondisi parameter diatas.Selain itu kecepatan suara berubah pada kedalaman yang berbeda–beda. Di permukaan laut, kecepatan udara sekitar 1500 m/s, lalu turun sekitar 1480 m/s pada kedalaman 500-1000 m dan meningkat menjadi 1525 m/s pada kedalaman 4000 m (Nontji 2002 : 80).
Hal ini dapat terjadi karena gelombang suara mengalami pembelokan (refraction). Pada kedalaman yang lebih dangkal sekitar 500-1000 m gelombang akan membelok ke bawah dan untuk kedalaman yang lebih lagi, gelombang suara akan membelok ke atas. Dewasa ini pengembangan peralatan “ Remote Sensing “ (penginderaan jauh) untuk bawah air, lebih banyak menggunakan alat yang berbasiskan gelombang suara dibandingkan dengan yang menggunakan pancaran gelombang elektromagnetik cahaya atau gelombang (Kanginan 2000 : 111).
Hal ini disebabkan gelombang memiliki kemampuan menembus kolom air yang lebih jauh dibandingkan dengan pancaran gelombang elektromagnetik.Sumber suara di laut antara lain : pergerakan arus dan gelombang, pmindahan (transfor) sedimen serta aktivitas yang dilakukan oleh organisme-organisme laut dan manusia. Kecepatan suara di laut lebih cepat dan mampu menempuh jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan diudara. Pada suhu 20oC kecepatan di laut adalah sekitar 1519 m/s dan diudara 346 m/s. Pada sebuah kapal perang atau kapal penyapu ranjau, biasanya dilengkapi dengan alat pendeteksi benda-benda di bawah permukaan laut yang dinamakan Sonar (singkatan dari sound navigating ranging) (Steward 2000 : 1).
Ketika terjadi kecelakaan pesawat silk air diperairan sungai musi Palembang pada 19 desember 1997, dimana sebagian besar badan pesawat terbenam kedalam sungai yang kedalamannya mencapai 10-15 m, para penyelam sulit menemukan puing-puing pesawat karena air sungai musi yang keruh berwarna coklat. Untuk mengatasi masalah ini, regu penolong mengerahkan sebuah yang ada kapal penyapu ranjau yang memiliki peralatan sonar untuk menemukan pesawat didasar sungai (Foster 2000 : 137).
Dengan menggunakan pulsa ultrasonik ini, berbagai benda didalam laut dapat dideteksi misalnya kapal tenggelam, letak palung laut dan letak kelompok ikan. Dengan prinsip yang sama, struktur permukaan bumi juga dapat dianalisis dengan pulsa ultrasonik, khususnya untuk menyelidiki kandungan minyak dan mineral didalam bumi (Kanginan 2000 : 213).
Sementara itu hubungan kedalaman dengan tekanan memiliki hubungan erat, dimana tekanan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Besarnya tekanan dipermukaan (0 meter) adalah 1 atm (atmosfir).Tekanan akan meningkat sebesar 1 atm untuk setiap penambahan kedalaman 10 meter. Selain atm (atmosfir), satuan tekanan yanglain adalah : bar, mmHg, kg/cm-2. Dimana 1 atm = 1013 milibar = 760 mmHg = 1033 kg/cm2. Tekanan sangat berpengaruh bagi penyelam, misalnya ketika mereka menyelam sampai ke kedalaman 10 m, tekanan juga naik menjadi 2 atm yang selanjutnya mengakibatkan volume udara di paru-paru juga berkurang hingga separuhnya (50%) (Nontji  2000 : 211).
Untuk mengatasi hal ini perlu adanya bantuan scuba (Self Contained Underwater Breathing Apparatus ) yang menjadikan tekanan paru-paru sama dengan tekanan air. Apek fisika laut lainnya yang sangat berpengaruh pada pengukuran kedalaman adalah suhu, cahaya (kecerahan), dan gelombang. Suhu adalah besaran yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda (Foster 2000 : 67).
Dilautan, suhu bervariasi secara horizontal sesuai garis lintang, dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Secara alamiah sumber utama suhu dalam air adalah matahari. Suhu akan berubah sesuai dengan perubahan intensitas penyinaran cahaya matahari secara horizontal, suhu air laut cenderung berkurang ke arah lintang tinggi (kutub). Sedangkan secara veertikal, suhu semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman.Suhu dalam lautan bervariasi sesuai dengan kedalaman. Massa air permukaan diwilayah tropik, panas sepanjang tahun yaitu berkisar 20-30oC. Sedangkan pada wilayah subtropik, hangat dimusim panas (Kanginan 2000 : 211).
Dibawah air permukaan hangat, suhu mulai menurun dan mengalami penurunan yang cepat pada kisaran kedalaman yaitu antara 50-300 meter atau sekitar 20-100 meter (Hutabarat, 1984). Zona dikedalaman dimana terjadi penurunan suhu yang sangat cepat ini disebut Termoklin. Termoklin adalah suatu gambaran yang terjadi sepanjang tahun diperairan tropik, sedangkan didaerah subtropik hanya terjadi pada musim panas. Didaerah kutub, termoklin tidak kenal (Nybakken 1992 : 45).
Suhu juga berpengaruh terhadap kerapatan air laut. Air laut yang hangat kerapatannya lebih rendah daripada air laut yang dingin pada salinitas yang sama. Kerapatan  juga dipengaruhi oleh salinitas. Tetapi variasi suhu yang ditemukan diseluruh samudera lebih besar  daripada salinitas. Oleh itu, suhu lebih penting dalam mempengaruhi kerapatan biasanya mengukur densitas (kerapatan) air laut dengan satuan ‘ sigma t ‘ contoh = 1.028 gr/cm3 =(Depdikbud 1994 : 31).
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital (metabolisme), hanya berfungsi pada kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 0-40oC. Kebanyakan organism di laut telah mempunyai adaptasi, sehingga mampu hidup dan berkembang pada kisaran suhu tersebut. Namun demikian ikan pada umumnya mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang mendadak. Suhu yang baik untuk kehidupan didaerah (Nybakken 1992 : 40).
Semua organisme laut, kecuali burung-burung dan mamalia laut bersifat poikilotermik artinya suhu tubuhnya dipengaruhi oleh massa air disekitarnya. Burung dan mamalia bersifat homiotermik artinya mempunyai kemampuan mengatur seniri suhu tubuhnya tanpa dipengaruhi suhu massa air.Pengukuran kedalaman juga berpengaruh pada cahaya (kecerahan). Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad hidup diperairan. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air untuk proses fotosintesis. Cahaya yang jatuh dipermukaan air sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diserap. Cahaya yang diserap akan diubah menjadi panas. Cahaya inilah yang nantinya akan menentukan kecerahan suatu perairan (Depdikbud 1994 : 30).
Kedalaman penetrasi cahaya dialam laut bergantung pada beberapa faktor antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim. Adanya awan dan debu juga mempengaruhi cahaya sebelum sampai ke permukaan air, yakni dapat mengurangi jumlah dan intensitas cahaya yang sampai dipermukaan setelah menjelajahi atmosfir. Kecerahan dapat diukur dengan menggunakan bantuan secchi disc atau piringan secchi (Foster  2000 : 66).
Bila cahaya sampai dipermukaan air, sebagian akan pantulkan. Besarnya bagian yang dipantulkan bergantung pada besarnya sudut antara berkas cahaya datang dengan permukaan air. Makin kecil sudut ini, makin banyak cahaya yang dipantulkan. Sebaliknya semakin sudut ini mendekati 90oC (tegak lurus terhadap permukaan air) semakin sedikit cahaya yang dipantulkan. Misalnya tinggi cahaya 90 derajat maka jumlah cahaya yang dipantulkan 2% dan jumlah cahaya yang diteruskan ke dalam air sebesar 98% (Nontji 2002 : 11).
Bagian cahaya yang dapat menembus permukaan laut akan mengalami pengurangan lebih lanjut melalui dua proses yang berlangsung didalam air. Yang pertama adalah pemantulan oleh berbagai partikel hidup dan mati yang tersuspensi dalam kolom air. Partikel ini menangkap cahaya dan kemudian mengadsorpsinya atau memantulkannya kembali kepermukaan. Kedua, air sendiri memantulkan cahaya yang mengakibatkan berkurang jumlah cahaya yang tersedia (Anugerah  2002 : 21).
Gelombang juga sangat berpengaruh pada pengukuran kedalaman perairan. Gelombang laut yang disebabkan atau dibangkitkan oleh angin. Jika ada dua lapisan fluida yang mempunyai perbedaan kecepatan bertemu, maka akan ada tegangan fiksi diantara keduanya, maka ada yang namanya transfer suatu energi. Dipermukaan laut, kebanyakaqn energi yang ditransfer merupakan hasil dari arus yang dibangkitkan oleh angin (Depdikbud 1994 : 31).
Ada beberapa penyebab gelombang masih dibawah kecepatan angin, hal berikut adalah :
1.       Beberapa energi angin ditransferkan ke permukaan laut melqlui gaya tangensial, yang kemudian menghasilkan arus permukaan.
2.       Beberapa energi angin di disipasikan / dikurangi oleh gesekan.
3.       Energi hilang dari gelombang lebih besar sebagai hasil dari while chapping yaitu pecahnya puncak gelombang karena dibawa ke depan oleh angin yang lebih cepat dari perjalanan gelombang itu sendiri.
Gelombang memiliki tinggi dan kecuraman. Tinggi gelombang dipengaruhi oleh komponen-komponen gelombang, yaitu perbedaan frekuensi dan amplitudo. Dalam teori, jika tinggi dan frekuensi gelombang diketahuio adalah sangat memungkinkan untuk menprediksi secara akurat tinggi dan frekuensi gelombang terbesar. Tinggi gelombang kurang penting untuk pelaut dibandingkan kecuraman. Kebanyakan gelombang yang dibangkitkan oleh angin mempunyai kecuraman dalam orde 0,03-0,06. Gelombang yang lebih curam dari kisaran tersebut dapat menyebabkan masalah untuk kapal, tetapi untungnya kecuraman gelombang (Depdikbud 1994 : 37).
Secara umum kecuraman pada gelombang akan berkurang dengan meningkatnya panjang gelombang. Gelombang yang berombak pendek yang dibangkitkan dengan cepat oleh angin lokal yang keras biasanya tidak menyenangkan untuk kapal-kapal kecil karena gelombangnya curam walaupun tidak terlalu tinggi (Foster 2000 : 76).
Kecepatan suara di laut sangat dipengaruhi oleh temperatur, salinitas dan tekanan sehingga didalam pengamatan dan pengukuran kecepatan suara di laut perlu memperhatikan kondisi–kondisi parameter diatas (Nontji 2002 : 80).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin 26 September 2011           pukul 13.30 WIB. Bertempat diruang laboratorium Oseanografi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. kertas milimeter blok
2. kalkulator,
3. penggaris,
4. pensil,
5. penghapus dan
6. pena.
3.3. Cara kerja
Text Box: Hitung kedalaman perairan bedasarkan gelombang suara dalam air
Text Box: Buat irisan melintang dasar perairan bedasarkan kontur dua dimensi
Text Box: Interpolasi kedalaman perairan bedasarkan sebaran kedalaman yang ada
Text Box: Buat garis isodepth dengan interval tertentu
 















Soal Pra Praktek
1.      Jika suatu kapal melakukan sounding di perairan selat Bangka, dimana diketahui kecepatan suara dalam air = 4800 feet/second dan kedalaman perairan = 150 feet, berapa waktu yang dibutuhkan hingga suara dapat ditangkap kembali oleh alat sounding ?
2.      Apakah artinya jika disuatu peta dituliskan 1 : 250000 cm ?
3.      Jika diketahui horizontal scale = 1 : 750000 dan vertical scale = 1 : 100000, berapa vertikal exaggration ?
4.      Diketahui :
Posisi Lintang Bujur
A (02)^0 17’15’’ S (104)^050’34’’ T
B (02)^014’ S (104)^056’ T
C (02)^019’18’’ S (104)^054’39’’ T
D (02)^005’57’’ S (10)^007’49’’ T
Manakah kota yang paling utara ?
C terletak disebelah timur atau barat kota B ?
Berapa jarak dari sungai C ke A ?
Jika saya naik speedboat dengan kecepatan 40 mile/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan untuk sampai dari C ke A ?
Jawab :
1. Waktu = 2 x kedalaman / kecepatan = 2. 150 feet / 4800 feet/second
                = 0,0625 second
2. Artinya 1 cm pada peta sama dengan 250000 cm pada kondisi sebenarnya dibumi
3. VE = 750000 (horizontal) / 100000 (vertikal) = 7,5 x.
4. a. Untuk Lintang
A. 02^017’15’’ S = 02^0 + 17/60 + 15/3600 = 2,284^0 LS
B. 02^014’ S = 02^0 + 14/60 = 2,233^0 LS
C. 02^019’18’’ S = 02^0 + 19/60 + 18/3600 = 2,321^0 LS
D. 02^005’57’’ S = 02^0 + 05/60 + 57/3600 = 2,098^0 LS
LU

BB BT


D (2,098^0)
B (2,233^0)
A (2,284^0)
C (2,321^0)


LS
Jadi, Kota yang paling utara adalah Kota D.
b. Untuk Bujur
B. 104^056’ = 104 + 56/60 = 104,9333^0 BT
C. 104^054’39’’ = 104 + 54/60 + 39/3600 = 104,9108^0 BT
LU
B (104,9333^0)
C (104,9108^0)
BB BT
LS
Jadi, Kota C terletak disebelah barat Kota B.
c. Jarak dari C ke A
Jarak = √((Selisih L)^2+ (Selisih B)^2 )
= √((0,037)^2+ (0,0684)^2 )
= √((1,369x10^(-3)+ (4,678x10^(-3) )
= √(0,001369+0,004678)
= √(6,047x10^(-3) )
= 0,0777^0
Diketahui : 1 nautical miles = 1.853 km
0,0777^0 x 60 = 4,662’
4,662’ = 4,662 nm
4,662 nm x 1,853 Km = 8,6386 Km
Jadi, jarak dari C ke A adalah 8,6386 Km
d. Dik : V = 40 miles/jam (40 x 1,853) = 74,12 Km/jam
S = 8,6386 Km
Dit : t = …….?
Jawab: t = S/V = (8,6386 Km)/(74,12 Km/jam) = 0,11



BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Stasion
Lintang
Bujur (BT)
Kedalaman (m)
1
1o 30’00”  LU
12530’00”
134,50
2
1o 30’00”  LU
12630’00”
134,65
3
100’00”  LU
12700’00”
134,65
4
100’00”  LU
12700’00”
134,64
5
100’00”  LS
12700’00”
134,73
6
100’00”  LS
1260 00’ 00”
134,65
7
100’00”  LS
1250 00’ 00”
134,72
8
100’00”  LS
1240 00’ 00”
134,27
9
030’00”  LS
1240 30’ 00”
134,33
10
001’00”  LS
1250 00’ 00”
134,33
11
030’00”  LU
1250 30’ 00”
134,74
12
100’00”  LU
1260 00’ 00”
134,65

4.2. Pembahasan
Pada praktikum  ini ada beberapa titik pada grafik bathimetri yang jika dilihat sekilas maka kita akan berpikir bahwa titik-titik tersebut berpotongan atau saling tumpang tindih. Sebenarnya titik-titik itu tidak saling tumpang tindih melainkan jarak antar yang satu saling berdekatan, hanya selisih beberapa mili saja. Contohnya jika garis kontur 50 meter adalah gambar garis lepas pantai ke sambungan garis pantai, semua kedalaman 50 meter harus pada garis tersebut, dan semua hasil sounding yang lebih dangkal dari 50 meter harus diantara garis kontur tersebut dan pantai. Jika hasil sounding lebih besar dari 50 meter yang ditemui didalam wilayah yang dilukiskan dengan kontur tersebur. Letak garis-garis harus disesuaikan. Asas yang sama digunakan untuk letak dari garis yang bertambah kedalamannya.
Sebelum praktikan menentukan posisi bujur dan lintang terlebih dahulu praktikan bagi nilai pada detik dan menit dengan angka 60 yang kemudian ditambahkan pada nilai didepannya (nilai yang berderajat). Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam penggambaram grafik pada kertas milimeter tersebut.
Cara pengukuran kedalaman berhubungan erat dengan kecepatan, jarak, dan waktu. Sebagaimana kita ketahui kecepatan = jarak / waktu, jarak = 2x kedalaman = kecepatan x waktu maka akan didapat kedalaman = (kecepatan x waktu) / 2.
Ketelitian dan ketajaman matapun sangat diperlukan baik dalam hal menentukan jarak kontur pada kertas grafik maupun dalam hal perhitungan. Jarak  kontur ini akan menyatakan roman bentuk wilayah dasar laut, maka jika terjadi kesalahan sekecil apapun akan berakibat buruk pada yang lainnya.
Adapun kesalahan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu kesalahan bersistem dan kesalahan random. Kesalahan bersistetm seperti kesalahan orangnya (pengamatnya), kesalahan ini disebabkan oleh kebiasaan seorang pengamat. Misalnya seorang pengamat sering kali membuat kesalahan karena kedudukan matanya terlampau rendah atau terlampau tinggi.
Kesalahan random terjadi karena pengulangan selalu memberikan yang berbeda-beda, maka harga tersebut juga akan berbeda dengan harga yang sebenarnya. Misalnya kesalahan perhitungan, yaitu kesalahan memasukkan angka-angka atau harga perhitungan, menggunakan kalkulator dan sebagainya.
Berbeda dengan hasil yang didapat dari sounding yang sudah dicatat pada peta dasar dan hasil yang diperlihatkan pada grafik hasil pengukuran lebih dikenal sebagai echogram.







BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
 Adapun kesimpulan yang didapat adalah :
1.   Ukurlah kedalaman perairan dengan telitiagar tidak terjadi kesalahan dalam penghitunganya
  1. Batimetri adalah ilmu yang mempelajari penggukuran lautan, laut dan dasar perairan.
3.   Alat untuk mengukur kedalaman perairan adalah fathometer atau echosounder.
4.   Dalam mengukur kedalaman perairan dipengaruhi oleh aspek fisika laut misalnya suhu, tekanan, cahaya dan lain-lain.













 

 

 

 

 



DAFTAR PUSTAKA
Departemen pendidikan dan kebudayaan.1994.Garis-garis program fisika.
Foster,Bob.2000.Fisika Dasar.Jakarta : Erlangga
Hutabarat,Sahala.1985.Pengantar Oseanografi.Jakarta  : UI
Kanginan,Martin.2002.Fisikia Dasar.Jakarta : Erlangga
Nontji,Anugerah.2002.Laut Nusantara.Jakarta : Djambatan

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar