BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang
Suhu merupakan salah satu
paramter laut yang sering diukur, karena kegunaannya dalam proses – proses
fisika, kimia, dan biologi di perairan laut. Suhu laut berubah – ubah
berdasarkan ruang dan waktu. Suhu merupakan faktor fisika yang penting
dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi menurut
hukum van't Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan reaksi, walaupun hukum
ini tidak selalu berlaku (Wikipedia 2000 :1). Misalnya saja proses metabolisme akan menaik
sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap
perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi
secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi
biota secara keseluruhan. Suhu perairan tropis pada umumnya lebih tinggi dari
pada suhu pada musim dingin, terutama pada perairan subtropis Suhu air juga termauk
kedalam faktor yang banyak mendapat perhatian dalam berbagai macam pengkajian-pengkajian
ilmu kelautan (Stewart 2010 : 65).
Dimana data suhu air dapat
dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika laut, tetapi
juga dalam berbagai kaitannya dengan kehidupan hewan ataupun tumbuhan. Bahkan
dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteororologi. Ada beberapa alat yang
sering digunakan para peneliti untuk mengukur suhu perairan dimanapun misalnya
termometer, CTD, STD, water cheker, bathythermograph serta DSRT (Wikipedia 2000
:4).
Penelitian tentang prakiraan musim/iklim berkembang secara pesat.
Tersedianya komputer yang canggih memungkinkan hitungan yang komplek dilakukan
secara cepat dan tepat. Prakiraan musim, baik secara perwilayahan maupun global
sedang berkembang, seperti di Australia oleh pusat-pusat Penelitian Biro
Meteorologi. Sejumlah pusat kajian dan informasi iklim seperti Lembaga Kajian
Internasional Prakiraan Iklim IRI, Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan
NOAA, Pusat Cuaca Nasional NWC dan Pusat Kajian Nasional Atmosfer NCAR. Di
Eropa seperti pusat prakiraan untuk jangka menengah ECMWF dan Pusat Hadley di
Inggris untuk Penelitian (Lan J. Partridge 2002 : 3).
Penelitian iklim di Indonesia sejak beberapa tahun lalu menyimpulkan adanya
tekanan atmosfer tinggi di Indonesia selama 6 bulan pertama yang kemudian
diikuti dengan kondisi curah hujan di bawah harga rata-ratanya pada 6 bulan
berikutnya. Ahli iklim lainnya mengembangkan model dan akhir musim kemarau di
Pulau Jawa dan Madura serta Sulawesi dan Kalimantan Selatan, Reesincik 1952
untuk awal musim hujan di Pulau Jawa (Nontji 2002 : 34).
BMG mulai memberikan informasi prakiraan curah hujan musiman untuk sekitar
100 daerah prakiraan musim (dpm) secara nasional. Pembagian dari daerah
prakiraan musim tergantung pada distribusi dari catatan stasiun penakar hujan,
sehingga 63 dpm berada di Pulau Jawa, 14 dpm di Pulau Sumatera, 11 dpm di Pulau
Bali dan Nusa Tenggara dan 2-3 dpm di Pulau Kalimantan, Maluku, Sulawesi dan
Irian Jaya (Lan J. Partridge 2002 : 3).
Nichols 1981 dari Pusat Penelitian Biro Meteorologi Australia BRMC memperlihatkan
bahwa Sejumlah pusat kajian dan informasi iklim seperti Lembaga Kajian
Internasional Prakiraan Iklim IRI, Badan Administrasi Atmosfer variabilitas
awal musim hujan di kepulauan Indonesia dapat diprakirakan dari simpangan
tekanan udara dan hal ini berhubungan dengan suhu muka laut (SML) (Irkhos 2005
: 32).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pratikum ini adalah :
- Mengetahui alat-alat yang digunakan untuk mengukur suhu perairan laut.
- Mengetahui cara penggambaran sebaran suhu serta garis-garis isoterm.
- Mampu menentukan batas-batas lapisan teraduk, lapisan termoklin.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat pada praktikum ini adalah :
- Mengetahui kerja alat-alat yang digunakan untuk mengukur suhu perairan laut.
- Mengetahui cara penggambaran sebaran suhu dengan kedalaman yang telah ditentukan.
- Mampu menentukan batas-batas lapisan teraduk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu air laut dapat mengidentifikasi massa air laut. Suhu air laut sangat
berhubungan erat dengan salinitas, dimana suhu dan salinitas dapat menentukan
densitas air laut disamping tekanan. Air laut ditinjau dari sifat-sifat fisis
atau kimiawinya, secara umum adalah berlapis. Distribusi sifat-sifat maupun
kimiawi air laut umumnya zonal dalam arti tidak banyak perubahan dalam
sifat-sifat air. Suhu permukaan laut berkisar antara – 2oC sampai 28oC
(Nyabbaken 2000 : 32).
Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan
suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van't Hoff kenaikan suhu
10°C melipat duakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku.
Misalnya saja proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan
suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk
mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan
tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan
(Foster 2006 : 43).
Hubungan antara suhu dengan waktu inkubasi telur bandeng telah
ditunjukkan CHING-MING ( 1984 ) dalam pembenihan bandeng di Taiwan. Gambar 1
menunjukkan bahwa makin tinggi suhu air penetasan, makin cepat waktu inkubasi.
Pada suhu 29°C waktu inkubasi 27 – 32 jam dan pada suhu 31,50 C waktu inkubasi
20,5 – 22 jam (Ross 1977 : 1).
Di perairan tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak
besar; suhu permukaan laut Nusantara berkisar antara 27° dan 32°C. Kisaran suhu
ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di perairan Indonesia. Suhu alami
tertinggi di perairan tropis berada dekat ambang atas penyebab kematian biota
laut (Anonim 2011 : 4).
Oleh karena itu peningkatan suhu yang kecil saja dari alami dapat
menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota laut. GESAMP
(1984) menyatakan bahwa kisaran suhu di daerah tropis sedemikian rupa sehingga
banyak organisme hidup dekat dengan batas suhu tertinggi. (Stewart 2002 : 33).
Gambar 1.
Hubungan antara suhu air dan waktu inkubasi (LIN) 1984 menurut CHING-MING
(1984). Telaah
tentang pengaruh suhu pada biota tropis menunjukkan bahwa suhu sekitar 35°
adalah kritis atau mematikan. Tabel 1 menunjukkan berbagai pengaruh kenaikan
suhu pada beberapa biota laut tropis. Suhu kritis tertinggi adalah 40,5°C yang
menyebabkan kematian mendadak bintang mengular (Ophiuroid) di Florida.
Ikan-ikan laut di Teluk Thailand
baru mati pada suhu 34–37,5°C.
Tabel 1.
Pengaruh suhu terhadap beberapa biota laut tropis
|
||||
Jenis biota
|
Lokasi
|
Δ t °C
|
Dampak
|
Suhu Kritis
|
Bakau
|
|
5°
|
Fotosintesa
bersih bertahan
|
-
|
Rhizopora
mangle
|
Teluk
Guayanila
Puerto Roco |
8 – 10°
|
Gagal
memulihkan kembali
|
-
|
Bakau
|
-
|
-
|
-
|
37 – 38°
|
Thalassia
Lamun
|
Teluk Tampa |
-
4 – 5° |
-
Kerusakan ladang |
33 – 34°
- |
(Sumber dari
GESAMP 1984. Referans dihilangkan)
Suhu udara rata-rata
meningkat dua derajat, fenomena alam berubah Kepala Stasiun Geofisika Yogyakarta, Jaya Murjaya mengungkapkan, menurut
IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), pada tahun 2030 permukaan air
laut akan bertambah antara 8-29 sentimeter dari permukaan laut saat ini.Sebagai
dampak naiknya air laut itu, maka banyak pulau-pulau kecil dan daerah landai di
Indonesia akan hilang. Apabila skenario IPCC itu benar-benar terjadi, maka
diperkirakan Indonesia kehilangan 2.000 pulau (Nontji 2002 : 33). Selain itu, jika tidak ada tindakan nyata
maka diperkirakan tahun 2070, 50 persen dari 2,3 juta penduduk Jakarta Utara
tidak lagi memiliki air minum akibat memburuknya kualitas air tanah karena
instrusi air laut. Daerah pesisir yang rawan akan dampak kenaikan muka air laut
antara lain, pantai utara Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya), pantai timur
Sumatera, pantai selatan, timur, dan barat Kalimantan, pantai barat Sulawesi,
dan daerah rawa di Papua yang terletak di pantai barat dan selatan (Foster 2000
: 211).
Kerugian selanjutnya
menimpa sektor perikanan. Dimana kenaikan suhu air laut mengakibatkan alga yang
merupakan sumber makanan terumbu karang akan mati dan juga terjadinya migrasi ikan
ke daerah yang lebih dingin sehingga Indonesia akan kehilangan beberapa jenis
ikan. Di sektor kehutanan, potensi kebakaran hutan semakin besar karena
meningkatnya suhu udara. Sektor pertanian juga tidak ketinggalan terkena
dampak. Perubahan iklim telah mengakibatkan menurunnya produksi hasil-hasil
pertanian seperti beras, kacang-kacangan, jagung, dan banyaknya sawah yang
tidak berproduksi (Anonim 2010 : 1).
Densitas air laut normal akan bertambah terhadap kedalaman. Jika densitas
permukaan air lebih tinggi daripada densitas air di bawahnya maka akan terjadi
kondisi gravitasi tidak stabil dan air permukaan akan turun atau tenggelam. Di
daerah kutub, densitas permukaan air dapat berubah dengan dua cara :
1.
Dengan pendinginan langsung baik jika es bersentuhan
dengan air atau jika angin dingin melewati es.
2.
Dengan pembentukan es laut yang mengekstrak air dan
melepaskan air laut dengan salinitas tinggi dan densitas yang bertambah.
Sebelum perkembangan teknologi satelit, sulit untuk untuk mengamati
perubahan temperatur permukaan laut suatu daerah yang luas secara musiman.
Dengan adanya satelit dengan sensor infra merah, memungkinkan pengukuran
perubahan temperatur permukaan laut musiman dan tahunan dalam skala global.
Sensitivitas dan ketepatan pada sensor adalah dalam orde 0,1 derajat celcius
atau lebih baik dan ketepatannya bertambah tiap waktu dengan adanya koreksi
untuk faktor-faktor seperti kondisi permukaan laut dan jumlah air yang menguap
ke atmosfer (Anugerah 2002 : 46).
Adapun
beberapa factor yang mempengaruhi suhu air laut:
1.
Sinar matahari
2.
Kedalaman
3.
Iklim
4.
Curah hujan
5.
Pengaruh angin
6.
Arus dan pasang surut
Secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat karena
mendapat radiasi sinar matahari pada siang hari karena kerja angina, maka lapisan
teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 meter terjadi pengadukan, hingga
dilapisan tersebut terdapat suhu hangat sekitar 28 derajat Celsius yang
homogen. Karena adanya pengaruh arus dan
pasang surut, lapisan ini bias menjadi lebih tebal lagi (Nontji 2002 : 80).
Penguapan adalah mekanisme utama dimana laut kehilangan panasnya yaitu
sekitar beberapa megnitud dibandingkan yang hilang melalui konduksi dan
pencampuran konvektif. Penguapan, kondensasi dan presipitasi bukanlah
satu-satunya mekanisme transfer air di sepanjang lapisan udar-laut. Seperti
cairan, permukaan luar laut dicirikan oleh kekuatan intramolekul yang
menyebabkan tegangan permukaan. Tegangan permukaan air laut lebih mudah lemah
dibandingkan tegangan permukaan air tawar sehingga air laut lebih mudah pecah
menjadi busa bila diganggu oleh gelombang permukaan lapisan dan juga menyimpan
gelembung-gelembung (Kanginan 2000 : 111).
Gelembung udara naik kie permukaan dan pecah memasukkan tetesan-tetesan
dengan variasi ukuran ke atmosfer brsama dengan garam terlarut, gas dan
partikulat dimana didalamnya terdapat air. Sebagian unsur-unsur tersebut
kemudian dikembalikan ke permukaan bumi oleh presipitasi seperti yang
ditunjukkan oleh pengurangan kandungan klorida dalam air hujan dengan bertambah
jauhnya dari pantai (Steward 2000 : 1).
Tetesan terkecil yang masuk ke atmosfer disebut aerosol. Aerosol tersebut
membawa air, garam terlarut dan bahan organik dari permukaan laut. Aerosol
dapat dibawa ke atas dan terdispersi di atmosfer. Bila menguap, partikel garam
dan zat lainnya yang terdispersi akan bertindak sebagai inti kondensasi untuk
pembentukan awan dan hujan (Nyabakken 2002 : 23).
Panjang gelombang yang lebih pendek atau rendah yang dekat warna biru
dalam spektrum visibel, menembus lebih dalam dibandingkan panjang gelombang
yang lebih tinggi atau jauh. Radiasi infra merah adalah yang pertama diserap
diikuti merah dan seterusnya. Energi total yang diterima pada kedalaman yang
tertentu diwakili oleh daerah di bawah kurva untuk 100 m dan air permukaan menunjukkan
bahwa hanya1/50 dari energi datang yang mencapai 100 m. Semua radiasi infra
merah diserap dalam daerah satu meter dari permukaan dan hampir setengah total
energi matahari tersebut diserap dalam 10 cm daerah permukaan. Penetrasi juga
tergantung pada transparansi air yang tergantung pada jumalah materi yang
tersuspensi (Depdikbud 1994 : 31).
Konduksi terjadi sangat lambat sehingga hanya sebagian kecil panas yang
dipindahkan ke bawah melalui proses ini. Mekanisme utamaq adalah pencampuran
olakan oleh angin dan gelombang yang menghasilkan lapisan permukaan tercampur
(atau juga disebut lapisan campuran) dengan ketebalan 200-300 m atau lebih di
lintang tengah, di laut terbuka pada musim dingin dan minimun setebal 10 m atau
kurang di daerah perairan pantai yang terlindungi di musim panas (Kanginan 1999 : 21).
Pada kedalaman antara 200-300 m dan 1000 m, temperatur akian turun dngan
cepat. Daerah ini dikenal sebagai termoklin permanen, dibawah 1000 m menuju
lantai laut tidak mengalami variasi musiman dan temperatur turun perlahan
antara 0oC dan 3oC (Foster 2000 : 76).
Suatu perairan homogen ( densitas
dan suhu sama )dan tenag, biasanya bila mengalami pemanasan maka distribusi
suhu secara vertikal akan menurun secara eksponensial. Apabila tidak ada gangguan
di bawah lapisan homogen terdapat lapisan termoklin. Lapisan termoklin ini adalah dimana suhu
menurun cepat terdapat kedalaman karena suhu ini menyebabkan densitas air
meningkat maka lapisan termoklin ini merupakan pola daerah perlonjakan kenaikan
densitas yang sangat mencolok. Perubahan
densitas ini sangat diperkuat lagi karena densitas sering meningkat dengan
cepat. Akibatnya air disebelah atasnya tidak dapat bercampur dengan lapisan air
dibawahnya (Anonim 2011 : 4).
Termoklin musiman terbentuk pada musiman semi dan maksimum (dengan laju
perubahan temperatur trbesar terhadap kedalaman atau gradien temperatur paling
tajam) pada musim panas. Termoklin tersebut terbentuk di kedalaman beberapa
meter dengan lapisan campuran yang tipis di atasnya. Termoklin diurnal dapat
terbentuk dimsnspun asal terdapat cukup pemanasan disiang hari walaupun
kedalaman hanya mencapai 10-15 m, dan perbedaan temperatur biasanya tidak
mencapai 1-2 derajat celcius (Stewart 2002 : 33).
Singkatnya, dengan mengabaikan musim dan variasi diurnal, termoklin
permanen membuat laut sebagai suatu kesatuan
yang dibagi menjadi tiga lapisan utama yaitu : Ketebalan lapisan atas
yang hangat dan termoklin permanen lebih tipis di lintang rendah dibandingkan
di intang tinggi karena angin di lintang rendah biasasnya lebih lemah dan
temperatur musiman lebih kecil.
Adapun alat-alat yang digunakan untuk mengukur suhu air laut seperti :
- Thermometer
Termometer
air raksa umum digunakan untuk mengukur suhu namun ketelitiannya sangat rendah.
2.
CTD (Conductivity, Temperature & Depth)
Alat
ini terdiri dari seperangkat sensor konduktivitas, suhu dan sensor tekanan yang
menurunkan pada air disebuah ujung dari kabel penghantar listrik yang
mengirimkan informasi.
3.
STD (Salinity Temperature & Depth)
Sebuah
alat yang dapat digunakan untuk mengukur salinitas,temperature dan kedalaman
sekaligus. Hasil dihitung dari hasil
ukur konduktivitas dan suhu secara serentak, sensor suhu mempunyai waktu yang
dianggap lebih lambat dari sensor konduktivitas sering menghasilkan duru-duri
besar pada rekaman.
4.
Water Cheker
Sebuah
peralatan yang digunakan untuk mengukur 6 parameter kualitas air yakni : pH,
konduktivitas , turbinitas, DO, Salinitas, temperature.
5.
Bhatithemograph
Peralatan
ini sangat membantui pengukuran suhu secara vertical dengan variasi kedalaman
(Depth).
6.
Deep
Sea reversing thermometer
(DSRT)
Merupakan
alat pengukur suhu untuk laut dalam. Alat ini memiliki 2 jenis thermometer
yaitu protecded (thermometer balik terbuka) dimana masing-masing thermometer
terdiri dari thermometer utama dan thermometer Bantu.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi
telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama
seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan
besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1]
melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan
yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut (Stewart 2002
: 54).
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek
IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C
(2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1]
Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario
berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model
sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus
pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan
akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas
rumah kaca telah stabil.[1]
Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari
lautan (Anonim 2011: 2).
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan
menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2]
serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser,
dan punahnya berbagai jenis hewan
(Nyabakken 2000 : 32).
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para
ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa
depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut
akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan
yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut
atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian
besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi
Protokol
Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca (Stewart 2002
: 63).
Ketika atmosfer menghangat, lapisan
permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di
kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut.
Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10
inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih
lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21 (Kanginan 1999 : 54).
Perubahan tinggi muka laut akan sangat
memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan
menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh,
dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat.
Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan
meningkat di daratan (Anugerah 2000 : 32)
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana
yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit
kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan
50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika
Serikat (Stewart 2002 : 33).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari senin,
03 Oktober 2011 pukul 13.30 WIB. Bertempat diruang laboratorium
Oseanografi, jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. kertas
milimeter blok
2.
kalkulator
3.
penggaris
4. pensil
5. penghapus
6. pena
3.3. Cara Kerja
|
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Suhu. http://id.wikipedia.org.wiki/salinitas (Diakses pada tanggal 01 Oktober
2011)
Anonim. 2011.
SuhuSalinitas. http://oseanografi.blogspot.com/200765.html
(Diakses pada tanggal 01 Oktober 2011)
Foster,Bob.2000.Fisika Dasar.Jakarta : Erlangga
Nontji,Anugerah.2002.Laut
Nusantara.Jakarata : Djambatan
Pickard and Emery. DescriptivPhysicalOceanography.http://jlcome.blogspot.com.
(Diakses pada tanggal 07 Oktober
2011)
Supangat,Agus.2000.Pengantar
Oseanografi.ITB : Bandung
Wijaya,Hadi.2000.Pengantar
Oseanografi.ITB : Bandung
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Stasiun
1
|
Stasiun
2
|
||
Kedalaman (m)
|
Suhu ( C)
|
Kedalaman (m)
|
Suhu ( C)
|
0
|
28,62
|
0
|
28,9
|
24
|
27,73
|
25
|
27,71
|
46
|
25,87
|
49
|
25,04
|
68
|
23,03
|
74
|
22,92
|
88
|
20,62
|
98
|
20,08
|
126
|
17,53
|
144
|
17,28
|
166
|
14,26
|
191
|
14,06
|
257
|
13,09
|
280
|
12,54
|
400
|
10,16
|
380
|
9,22
|
493
|
8,74
|
475
|
8,26
|
594
|
6,97
|
571
|
7,3
|
689
|
5.76
|
666
|
6,16
|
783
|
5,83
|
763
|
5,52
|
876
|
5,44
|
859
|
5,29
|
967
|
5,08
|
956
|
5,03
|
4.2. Pembahasan
Air sebagai lingkungan hidup organisme air relatif tidak begitu banyak
mengalami fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas
jenis air lebih tinggi daripada udara. Artinya untuk naik 1° C, setiap satuan
volume air memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara.
Pada perairan dangkal akan menunjukkan
fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam. Sedangkan
organisme memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar
suhu air suatu perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu.
Hal tersebut tercapai secara sifat alam antara lain sebagai berikut.
• Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
• Angin, sebagai penggerak permindahan massa air.
• Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu
perairan (danau) terdapat lapisan suhu air yaitu lapisan air yang bersuhu
rendah akan turun mendesak lapisan air yang bersuhu tinggi naik ke-permukaan
perairan. Selain itu, suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen
terlarut di dalam air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen
dibanding dengan suhunya rendah.
Suhu air pada suatu perairan dapat
dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut
(altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air.
Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2,
CO2, N2, CH4, dan sebagainya.
Pola distribusi vertikal menurut Ross (1970)
dalam Rosmawati (2004), sebaran menegak salinitas dibagi menjadi 3 lapisan
yaitu lapisan tercampur dengan ketebalan antara 50-100 m dimana salinitas
hampir homogen , lapisan haloklin yaitu lapisan dengan perubahan sangat
besar dengan bertambahnya kedalaman 600-1000 m dimana lapisan
tersebut dengan tegas memberikan nilai salinitas minimum. Adapun sebaran
horizontal salinitas di lautan diketahui bahwa semakin ke arah lintang tinggi
maka salinitas akan semakin tinggi. Dengan kata lain salinitas lautan tropis
lebih rendah dibanding dengan salinitas di lautan subtropis. Dalam pola
distribusi secara horizontal, daerah yang memiliki salinitas tertinggi berada
pada daerah lintang 30oLU dan 30oLS, kemudian menurun ke
arah lintang tinggi dan daerah khatulistiwa. hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Presipitasi di
daerah tropis jauh lebih tinggi, sehingga terjadi pengenceran oleh air hujan.
2. Semakin
bertambahnya lintang, maka suhu akan semakin turun akibat perbedaan penyinaran
sinar matahari. Ketika terjadi pendinginan hingga membentuk es, maka serta
merta es itu akan melepaskan partikel garam (es akan tetap tawar).
Selain perbedaan lintang, salinitas suatu wilayah perairan bergantung
pada topografi daerah tersebut. Hal tersebut terkait dengan ada tidaknya
limpasan air tawar yang berasal dari sungai menuju muara. Akibatnya adanya
limpasan (run off) maka akan terjadi pengadukan yang berdampak pada pengenceran.
Garis-garis
Isotherm Adalah garis khayal yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai
suhu rata-rata yang sama.
Salah satu yang berperan penting dalam penyebaran panas adalah
sirkulasi air laut. Suhu air laut tersebar di berbagai perairan oleh arus laut.
Kita mengetahui bahwa kemampuan laut dalam menyerap dan menyimpan panas pada
beberapa daerah di bumi berbeda-beda. Pada daerah tropis dimana intensitas
sinar matahari berlangsung sepanjang tahun, suhu air laut cenderung lebih
hangat. Semakin ke arah kutub, intensitas sinar matahari semakin berkurang
sehingga suhu air laut juga cenderung berkurang.
Pada daerah dengan suhu tinggi, tingkat penguapan air laut juga tinggi
sehingga salinitas dan tekanan air meningkat. Hal ini memicu pergerakan massa
air laut dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Pada kondisi ini,
massa air hangat yang berada di samudera Pasifik akan bergerak ke samudera
Hindia melalui kepulauan Indonesia menuju samudera Atlantik bagian utara. Di
Atlantik Utara dimana suhu air laut sangat dingin, massa air dari daerah hangat
tadi, setelah mengalami evaporasi dalam perjalanannya di daerah tropis dan
subtropis, memiliki salinitas dan densitas yang lebih tinggi dari air laut di
Atlantik Utara. Karena memiliki densitas yang tinggi maka massa air ini akan
mengalami proses sinking, yaitu proses turunnya massa air ke laut
dalam.
Tugas Praktikum
1. Gambarkan isoterm dari data suhu tersebut!
Lintang (LS)
|
Bujur (BT)
|
Temperatur
|
Konversi LS
|
Konversi BT
|
||
Derajat menit
|
Derajat menit
|
|||||
1
|
37,671
|
104
|
28,674
|
31,10
|
1,63
|
104,48
|
1
|
38,024
|
104
|
30,877
|
31,10
|
1,63
|
104,51
|
1
|
38,87
|
104
|
33,043
|
31,30
|
1,64
|
104,55
|
1
|
43,728
|
104
|
35,263
|
31,00
|
1,73
|
104,59
|
1
|
45,79
|
104
|
34,12
|
31,00
|
1,76
|
104,57
|
1
|
47,94
|
104
|
33,24
|
30,50
|
1,80
|
104,55
|
1
|
51,85
|
104
|
37,83
|
30.40
|
1,86
|
104,63
|
1
|
51,69
|
104
|
40,10
|
30,10
|
1,86
|
104,67
|
1
|
58,90
|
104
|
44,99
|
30,60
|
1,98
|
104,75
|
1
|
57,48
|
104
|
46,61
|
30,00
|
1,96
|
104,77
|
1
|
55,95
|
104
|
48,17
|
30,20
|
1,93
|
104,80
|
2
|
2,18
|
104
|
52,92
|
30,20
|
2,04
|
104,88
|
2
|
2,07
|
104
|
54,63
|
30,30
|
2,03
|
104,91
|
2
|
1,80
|
104
|
57,42
|
30,40
|
2,03
|
104,96
|
2
|
12,50
|
104
|
56,19
|
30,50
|
2,21
|
104,97
|
2
|
13,57
|
104
|
57,90
|
30,80
|
2,23
|
104,97
|
2
|
18,44
|
105
|
1,95
|
31,00
|
2,31
|
105,03
|
2
|
16,76
|
105
|
3,33
|
30,70
|
2,28
|
105,06
|
2
|
20,58
|
105
|
7,57
|
30,30
|
2,34
|
105,13
|
2
|
18,25
|
105
|
8,22
|
30,60
|
2,30
|
105,14
|
2
|
16,74
|
105
|
10,37
|
30,70
|
2,28
|
105,17
|
2
|
20,47
|
105
|
15,17
|
30,90
|
2,24
|
105,25
|
2
|
19,43
|
105
|
16,74
|
30,80
|
2,32
|
105,28
|
2
|
18,38
|
105
|
18,37
|
30,30
|
2,31
|
105,30
|
2
|
22,17
|
105
|
24,53
|
30,60
|
2,37
|
105,40
|
2
|
20,45
|
105
|
25,42
|
30,70
|
2,34
|
105,42
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar