Pages

Kamis, 20 September 2012

Laporan Suhu (PO)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Suhu merupakan salah satu paramter laut yang sering diukur, karena kegunaannya dalam proses – proses fisika, kimia, dan biologi di perairan laut. Suhu laut berubah – ubah berdasarkan ruang dan waktu. Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi menurut hukum van't Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku (Wikipedia 2000 :1).                 Misalnya saja proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan. Suhu perairan tropis pada umumnya lebih tinggi dari pada suhu pada musim dingin, terutama pada perairan subtropis Suhu air juga termauk kedalam faktor yang banyak mendapat perhatian dalam berbagai macam pengkajian-pengkajian ilmu kelautan (Stewart 2010 : 65).    
Dimana data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika laut, tetapi juga dalam berbagai kaitannya dengan kehidupan hewan ataupun tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteororologi. Ada beberapa alat yang sering digunakan para peneliti untuk mengukur suhu perairan dimanapun misalnya termometer, CTD, STD, water cheker, bathythermograph serta DSRT (Wikipedia 2000 :4).
Penelitian tentang prakiraan musim/iklim berkembang secara pesat. Tersedianya komputer yang canggih memungkinkan hitungan yang komplek dilakukan secara cepat dan tepat. Prakiraan musim, baik secara perwilayahan maupun global sedang berkembang, seperti di Australia oleh pusat-pusat Penelitian Biro Meteorologi. Sejumlah pusat kajian dan informasi iklim seperti Lembaga Kajian Internasional Prakiraan Iklim IRI, Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan NOAA, Pusat Cuaca Nasional NWC dan Pusat Kajian Nasional Atmosfer NCAR. Di Eropa seperti pusat prakiraan untuk jangka menengah ECMWF dan Pusat Hadley di Inggris untuk Penelitian (Lan J. Partridge 2002 : 3).
Penelitian iklim di Indonesia sejak beberapa tahun lalu menyimpulkan adanya tekanan atmosfer tinggi di Indonesia selama 6 bulan pertama yang kemudian diikuti dengan kondisi curah hujan di bawah harga rata-ratanya pada 6 bulan berikutnya. Ahli iklim lainnya mengembangkan model dan akhir musim kemarau di Pulau Jawa dan Madura serta Sulawesi dan Kalimantan Selatan, Reesincik 1952 untuk awal musim hujan di Pulau Jawa (Nontji 2002 : 34).
BMG mulai memberikan informasi prakiraan curah hujan musiman untuk sekitar 100 daerah prakiraan musim (dpm) secara nasional. Pembagian dari daerah prakiraan musim tergantung pada distribusi dari catatan stasiun penakar hujan, sehingga 63 dpm berada di Pulau Jawa, 14 dpm di Pulau Sumatera, 11 dpm di Pulau Bali dan Nusa Tenggara dan 2-3 dpm di Pulau Kalimantan, Maluku, Sulawesi dan Irian Jaya (Lan J. Partridge 2002 : 3).
Nichols 1981 dari Pusat Penelitian Biro Meteorologi Australia BRMC memperlihatkan bahwa Sejumlah pusat kajian dan informasi iklim seperti Lembaga Kajian Internasional Prakiraan Iklim IRI, Badan Administrasi Atmosfer variabilitas awal musim hujan di kepulauan Indonesia dapat diprakirakan dari simpangan tekanan udara dan hal ini berhubungan dengan suhu muka laut (SML) (Irkhos 2005 : 32).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pratikum ini adalah :
  1. Mengetahui alat-alat yang digunakan untuk mengukur suhu perairan laut.
  2. Mengetahui cara penggambaran sebaran suhu serta garis-garis isoterm.
  3. Mampu menentukan batas-batas lapisan teraduk, lapisan termoklin.

1.3. Manfaat
Adapun manfaat pada praktikum ini adalah :
  1. Mengetahui kerja alat-alat yang digunakan untuk mengukur suhu perairan laut.
  2. Mengetahui cara penggambaran sebaran suhu dengan kedalaman yang telah ditentukan.
  3. Mampu menentukan batas-batas lapisan teraduk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu air laut dapat mengidentifikasi massa air laut. Suhu air laut sangat berhubungan erat dengan salinitas, dimana suhu dan salinitas dapat menentukan densitas air laut disamping tekanan. Air laut ditinjau dari sifat-sifat fisis atau kimiawinya, secara umum adalah berlapis. Distribusi sifat-sifat maupun kimiawi air laut umumnya zonal dalam arti tidak banyak perubahan dalam sifat-sifat air. Suhu permukaan laut berkisar antara – 2oC sampai 28oC (Nyabbaken 2000 : 32).
Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van't Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Misalnya saja proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan (Foster 2006 : 43).          
Hubungan antara suhu dengan waktu inkubasi telur bandeng telah ditunjukkan CHING-MING ( 1984 ) dalam pembenihan bandeng di Taiwan. Gambar 1 menunjukkan bahwa makin tinggi suhu air penetasan, makin cepat waktu inkubasi. Pada suhu 29°C waktu inkubasi 27 – 32 jam dan pada suhu 31,50 C waktu inkubasi 20,5 – 22 jam (Ross 1977 : 1).
Di perairan tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar; suhu permukaan laut Nusantara berkisar antara 27° dan 32°C. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di perairan Indonesia. Suhu alami tertinggi di perairan tropis berada dekat ambang atas penyebab kematian biota laut (Anonim 2011 : 4).
Oleh karena itu peningkatan suhu yang kecil saja dari alami dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota laut. GESAMP (1984) menyatakan bahwa kisaran suhu di daerah tropis sedemikian rupa sehingga banyak organisme hidup dekat dengan batas suhu tertinggi. (Stewart 2002 : 33).

Gambar
 





Gambar 1. Hubungan antara suhu air dan waktu inkubasi (LIN) 1984 menurut CHING-MING (1984).                                                                                        Telaah tentang pengaruh suhu pada biota tropis menunjukkan bahwa suhu sekitar 35° adalah kritis atau mematikan. Tabel 1 menunjukkan berbagai pengaruh kenaikan suhu pada beberapa biota laut tropis. Suhu kritis tertinggi adalah 40,5°C yang menyebabkan kematian mendadak bintang mengular (Ophiuroid) di Florida. Ikan-ikan laut di Teluk Thailand baru mati pada suhu 34–37,5°C.
Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap beberapa biota laut tropis
Jenis biota
Lokasi
Δ t °C
Dampak
Suhu Kritis
Bakau
Florida Selatan
Fotosintesa bersih bertahan
-
Rhizopora mangle
Teluk Guayanila
Puerto Roco
8 – 10°
Gagal memulihkan kembali
-
Bakau
-
-
-
37 – 38°
Thalassia Lamun
Florida
Teluk Tampa
Florida
-
4 – 5°
-
Kerusakan ladang
33 – 34°
-
(Sumber dari GESAMP 1984. Referans dihilangkan)

Suhu udara rata-rata meningkat dua derajat, fenomena alam berubah Kepala Stasiun Geofisika Yogyakarta, Jaya Murjaya mengungkapkan, menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), pada tahun 2030 permukaan air laut akan bertambah antara 8-29 sentimeter dari permukaan laut saat ini.Sebagai dampak naiknya air laut itu, maka banyak pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Apabila skenario IPCC itu benar-benar terjadi, maka diperkirakan Indonesia kehilangan 2.000 pulau (Nontji 2002 : 33).                       Selain itu, jika tidak ada tindakan nyata maka diperkirakan tahun 2070, 50 persen dari 2,3 juta penduduk Jakarta Utara tidak lagi memiliki air minum akibat memburuknya kualitas air tanah karena instrusi air laut. Daerah pesisir yang rawan akan dampak kenaikan muka air laut antara lain, pantai utara Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya), pantai timur Sumatera, pantai selatan, timur, dan barat Kalimantan, pantai barat Sulawesi, dan daerah rawa di Papua yang terletak di pantai barat dan selatan (Foster 2000 : 211).

Kerugian selanjutnya menimpa sektor perikanan. Dimana kenaikan suhu air laut mengakibatkan alga yang merupakan sumber makanan terumbu karang akan mati dan juga terjadinya migrasi ikan ke daerah yang lebih dingin sehingga Indonesia akan kehilangan beberapa jenis ikan. Di sektor kehutanan, potensi kebakaran hutan semakin besar karena meningkatnya suhu udara. Sektor pertanian juga tidak ketinggalan terkena dampak. Perubahan iklim telah mengakibatkan menurunnya produksi hasil-hasil pertanian seperti beras, kacang-kacangan, jagung, dan banyaknya sawah yang tidak berproduksi (Anonim 2010 : 1).

Densitas air laut normal akan bertambah terhadap kedalaman. Jika densitas permukaan air lebih tinggi daripada densitas air di bawahnya maka akan terjadi kondisi gravitasi tidak stabil dan air permukaan akan turun atau tenggelam. Di daerah kutub, densitas permukaan air dapat berubah dengan dua cara :
1.       Dengan pendinginan langsung baik jika es bersentuhan dengan air atau jika angin dingin melewati es.
2.       Dengan pembentukan es laut yang mengekstrak air dan melepaskan air laut dengan salinitas tinggi dan densitas yang bertambah.
Sebelum perkembangan teknologi satelit, sulit untuk untuk mengamati perubahan temperatur permukaan laut suatu daerah yang luas secara musiman. Dengan adanya satelit dengan sensor infra merah, memungkinkan pengukuran perubahan temperatur permukaan laut musiman dan tahunan dalam skala global. Sensitivitas dan ketepatan pada sensor adalah dalam orde 0,1 derajat celcius atau lebih baik dan ketepatannya bertambah tiap waktu dengan adanya koreksi untuk faktor-faktor seperti kondisi permukaan laut dan jumlah air yang menguap ke atmosfer (Anugerah 2002 : 46).
Adapun beberapa factor yang mempengaruhi suhu air laut:  
1.      Sinar matahari
2.      Kedalaman
3.      Iklim
4.      Curah hujan
5.      Pengaruh angin
6.      Arus dan pasang surut
Secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi sinar matahari pada siang hari karena kerja angina, maka lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 meter terjadi pengadukan, hingga dilapisan tersebut terdapat suhu hangat sekitar 28 derajat Celsius yang homogen.  Karena adanya pengaruh arus dan pasang surut, lapisan ini bias menjadi lebih tebal lagi (Nontji 2002 : 80).
Penguapan adalah mekanisme utama dimana laut kehilangan panasnya yaitu sekitar beberapa megnitud dibandingkan yang hilang melalui konduksi dan pencampuran konvektif. Penguapan, kondensasi dan presipitasi bukanlah satu-satunya mekanisme transfer air di sepanjang lapisan udar-laut. Seperti cairan, permukaan luar laut dicirikan oleh kekuatan intramolekul yang menyebabkan tegangan permukaan. Tegangan permukaan air laut lebih mudah lemah dibandingkan tegangan permukaan air tawar sehingga air laut lebih mudah pecah menjadi busa bila diganggu oleh gelombang permukaan lapisan dan juga menyimpan gelembung-gelembung (Kanginan 2000 : 111).
Gelembung udara naik kie permukaan dan pecah memasukkan tetesan-tetesan dengan variasi ukuran ke atmosfer brsama dengan garam terlarut, gas dan partikulat dimana didalamnya terdapat air. Sebagian unsur-unsur tersebut kemudian dikembalikan ke permukaan bumi oleh presipitasi seperti yang ditunjukkan oleh pengurangan kandungan klorida dalam air hujan dengan bertambah jauhnya dari pantai (Steward 2000 : 1).
Tetesan terkecil yang masuk ke atmosfer disebut aerosol. Aerosol tersebut membawa air, garam terlarut dan bahan organik dari permukaan laut. Aerosol dapat dibawa ke atas dan terdispersi di atmosfer. Bila menguap, partikel garam dan zat lainnya yang terdispersi akan bertindak sebagai inti kondensasi untuk pembentukan awan dan hujan (Nyabakken 2002 : 23).
Panjang gelombang yang lebih pendek atau rendah yang dekat warna biru dalam spektrum visibel, menembus lebih dalam dibandingkan panjang gelombang yang lebih tinggi atau jauh. Radiasi infra merah adalah yang pertama diserap diikuti merah dan seterusnya. Energi total yang diterima pada kedalaman yang tertentu diwakili oleh daerah di bawah kurva untuk 100 m dan air permukaan menunjukkan bahwa hanya1/50 dari energi datang yang mencapai 100 m. Semua radiasi infra merah diserap dalam daerah satu meter dari permukaan dan hampir setengah total energi matahari tersebut diserap dalam 10 cm daerah permukaan. Penetrasi juga tergantung pada transparansi air yang tergantung pada jumalah materi yang tersuspensi (Depdikbud 1994 : 31).
Konduksi terjadi sangat lambat sehingga hanya sebagian kecil panas yang dipindahkan ke bawah melalui proses ini. Mekanisme utamaq adalah pencampuran olakan oleh angin dan gelombang yang menghasilkan lapisan permukaan tercampur (atau juga disebut lapisan campuran) dengan ketebalan 200-300 m atau lebih di lintang tengah, di laut terbuka pada musim dingin dan minimun setebal 10 m atau kurang di daerah perairan pantai yang terlindungi di musim panas (Kanginan  1999 : 21).
Pada kedalaman antara 200-300 m dan 1000 m, temperatur akian turun dngan cepat. Daerah ini dikenal sebagai termoklin permanen, dibawah 1000 m menuju lantai laut tidak mengalami variasi musiman dan temperatur turun perlahan antara 0oC dan 3oC (Foster 2000 : 76).
            Suatu perairan homogen ( densitas dan suhu sama )dan tenag, biasanya bila mengalami pemanasan maka distribusi suhu secara vertikal akan menurun secara eksponensial. Apabila tidak ada gangguan di bawah lapisan homogen terdapat lapisan termoklin.  Lapisan termoklin ini adalah dimana suhu menurun cepat terdapat kedalaman karena suhu ini menyebabkan densitas air meningkat maka lapisan termoklin ini merupakan pola daerah perlonjakan kenaikan densitas yang sangat mencolok.  Perubahan densitas ini sangat diperkuat lagi karena densitas sering meningkat dengan cepat. Akibatnya air disebelah atasnya tidak dapat bercampur dengan lapisan air dibawahnya (Anonim 2011 : 4). 
Termoklin musiman terbentuk pada musiman semi dan maksimum (dengan laju perubahan temperatur trbesar terhadap kedalaman atau gradien temperatur paling tajam) pada musim panas. Termoklin tersebut terbentuk di kedalaman beberapa meter dengan lapisan campuran yang tipis di atasnya. Termoklin diurnal dapat terbentuk dimsnspun asal terdapat cukup pemanasan disiang hari walaupun kedalaman hanya mencapai 10-15 m, dan perbedaan temperatur biasanya tidak mencapai 1-2 derajat celcius (Stewart 2002 : 33).
Singkatnya, dengan mengabaikan musim dan variasi diurnal, termoklin permanen membuat laut sebagai suatu kesatuan  yang dibagi menjadi tiga lapisan utama yaitu : Ketebalan lapisan atas yang hangat dan termoklin permanen lebih tipis di lintang rendah dibandingkan di intang tinggi karena angin di lintang rendah biasasnya lebih lemah dan temperatur musiman lebih kecil.
Adapun alat-alat yang digunakan untuk mengukur suhu air laut seperti :
  1. Thermometer
Termometer air raksa umum digunakan untuk mengukur suhu namun ketelitiannya sangat rendah.
2.      CTD (Conductivity, Temperature & Depth)
Alat ini terdiri dari seperangkat sensor konduktivitas, suhu dan sensor tekanan yang menurunkan pada air disebuah ujung dari kabel penghantar listrik yang mengirimkan informasi.
3.      STD (Salinity Temperature & Depth)
Sebuah alat yang dapat digunakan untuk mengukur salinitas,temperature dan kedalaman sekaligus.  Hasil dihitung dari hasil ukur konduktivitas dan suhu secara serentak, sensor suhu mempunyai waktu yang dianggap lebih lambat dari sensor konduktivitas sering menghasilkan duru-duri besar pada rekaman.
4.      Water Cheker
Sebuah peralatan yang digunakan untuk mengukur 6 parameter kualitas air yakni : pH, konduktivitas , turbinitas, DO, Salinitas, temperature.
5.      Bhatithemograph
Peralatan ini sangat membantui pengukuran suhu secara vertical dengan variasi kedalaman (Depth).
6.      Deep Sea reversing thermometer (DSRT)
Merupakan alat pengukur suhu untuk laut dalam. Alat ini memiliki 2 jenis thermometer yaitu protecded (thermometer balik terbuka) dimana masing-masing thermometer terdiri dari thermometer utama dan thermometer Bantu.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut (Stewart 2002 : 54).
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan (Anonim 2011: 2).
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan (Nyabakken 2000 : 32).
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca (Stewart 2002 : 63).
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21 (Kanginan 1999 : 54).
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan            (Anugerah 2000 : 32)
Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat  (Stewart 2002 : 33).



BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
    Praktikum ini dilaksanakan pada hari senin, 03 Oktober 2011          pukul 13.30 WIB. Bertempat diruang laboratorium Oseanografi, jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. kertas milimeter blok
2. kalkulator
3. penggaris
4. pensil
5. penghapus
6. pena
3.3. Cara Kerja
Tentukan batas lapisan teraduk,trmoklin dan lapisan dalam
 
 



















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Suhu.   http://id.wikipedia.org.wiki/salinitas  (Diakses pada tanggal 01 Oktober 2011)

Anonim. 2011. SuhuSalinitas.  http://oseanografi.blogspot.com/200765.html

         (Diakses pada tanggal 01 Oktober 2011)

Foster,Bob.2000.Fisika Dasar.Jakarta : Erlangga


Nontji,Anugerah.2002.Laut Nusantara.Jakarata : Djambatan

(Diakses pada tanggal 07 Oktober 2011)

Supangat,Agus.2000.Pengantar Oseanografi.ITB : Bandung

Wijaya,Hadi.2000.Pengantar Oseanografi.ITB : Bandung




























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
      
Stasiun 1
Stasiun 2
Kedalaman (m)
Suhu ( C)
Kedalaman (m)
Suhu ( C)
0
28,62
0
28,9
24
27,73
25
27,71
46
25,87
49
25,04
68
23,03
74
22,92
88
20,62
98
20,08
126
17,53
144
17,28
166
14,26
191
14,06
257
13,09
280
12,54
400
10,16
380
9,22
493
8,74
475
8,26
594
6,97
571
7,3
689
5.76
666
6,16
783
5,83
763
5,52
876
5,44
859
5,29
967
5,08
956
5,03







4.2. Pembahasan
Air sebagai lingkungan hidup organisme air relatif tidak begitu banyak mengalami fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi daripada udara. Artinya untuk naik 1° C, setiap satuan volume air memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara.
Pada perairan dangkal akan menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan yang dalam. Sedangkan organisme memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar suhu air suatu perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu. Hal tersebut tercapai secara sifat alam antara lain sebagai berikut.
• Penyerapan (absorbsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
• Angin, sebagai penggerak permindahan massa air.
• Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila disuatu perairan (danau) terdapat lapisan suhu air yaitu lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang bersuhu tinggi naik ke-permukaan perairan. Selain itu, suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut di dalam air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen dibanding dengan suhunya rendah.
Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya.
Pola distribusi vertikal menurut Ross (1970) dalam Rosmawati (2004), sebaran menegak salinitas dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tercampur dengan ketebalan antara 50-100 m dimana salinitas hampir homogen , lapisan haloklin yaitu lapisan dengan perubahan sangat besar   dengan bertambahnya kedalaman 600-1000 m dimana lapisan tersebut dengan tegas memberikan nilai salinitas minimum. Adapun sebaran horizontal salinitas di lautan diketahui bahwa semakin ke arah lintang tinggi maka salinitas akan semakin tinggi. Dengan kata lain salinitas lautan tropis lebih rendah dibanding dengan salinitas di lautan subtropis. Dalam pola distribusi secara horizontal, daerah yang memiliki salinitas tertinggi berada pada daerah lintang 30oLU dan 30oLS, kemudian menurun ke arah lintang tinggi dan daerah khatulistiwa.  hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Presipitasi di daerah tropis jauh lebih tinggi, sehingga terjadi pengenceran oleh air hujan.
2. Semakin bertambahnya lintang, maka suhu akan semakin turun akibat perbedaan penyinaran sinar matahari. Ketika terjadi pendinginan hingga membentuk es, maka serta merta es itu akan melepaskan partikel garam (es akan tetap tawar).
Selain perbedaan lintang, salinitas suatu wilayah perairan bergantung pada topografi daerah tersebut. Hal tersebut terkait dengan ada tidaknya limpasan air tawar yang berasal dari sungai menuju muara. Akibatnya adanya limpasan (run off) maka akan terjadi pengadukan yang berdampak pada pengenceran.
Garis-garis Isotherm Adalah garis khayal yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai suhu rata-rata yang sama.
Salah satu yang berperan penting  dalam penyebaran panas adalah sirkulasi air laut. Suhu air laut tersebar di berbagai perairan oleh arus laut. Kita mengetahui bahwa kemampuan laut dalam menyerap dan menyimpan panas pada beberapa daerah di bumi berbeda-beda.  Pada daerah tropis dimana intensitas sinar matahari berlangsung sepanjang tahun, suhu air laut cenderung lebih hangat. Semakin ke arah kutub, intensitas sinar matahari semakin berkurang sehingga suhu air laut juga cenderung berkurang.
Pada daerah dengan suhu tinggi, tingkat penguapan air laut juga tinggi sehingga salinitas dan tekanan air meningkat. Hal ini memicu pergerakan massa air laut dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Pada kondisi ini, massa air hangat yang berada di samudera Pasifik akan bergerak ke samudera Hindia melalui kepulauan Indonesia menuju samudera Atlantik bagian utara. Di Atlantik Utara dimana suhu air laut sangat dingin, massa air dari daerah hangat tadi, setelah mengalami evaporasi dalam perjalanannya di daerah tropis dan subtropis, memiliki salinitas dan densitas yang lebih tinggi dari air laut di Atlantik Utara. Karena memiliki densitas yang tinggi maka massa air ini akan mengalami proses sinking, yaitu proses turunnya massa air ke laut dalam.
Tugas Praktikum
1. Gambarkan isoterm dari data suhu tersebut!
Lintang (LS)
Bujur (BT)
Temperatur
Konversi LS
Konversi BT
Derajat menit
Derajat menit
1
37,671
104
28,674
31,10
1,63
104,48
1
38,024
104
30,877
31,10
1,63
104,51
1
38,87
104
33,043
31,30
1,64
104,55
1
43,728
104
35,263
31,00
1,73
104,59
1
45,79
104
34,12
31,00
1,76
104,57
1
47,94
104
33,24
30,50
1,80
104,55
1
51,85
104
37,83
30.40
1,86
104,63
1
51,69
104
40,10
30,10
1,86
104,67
1
58,90
104
44,99
30,60
1,98
104,75
1
57,48
104
46,61
30,00
1,96
104,77
1
55,95
104
48,17
30,20
1,93
104,80
2
2,18
104
52,92
30,20
2,04
104,88
2
2,07
104
54,63
30,30
2,03
104,91
2
1,80
104
57,42
30,40
2,03
104,96
2
12,50
104
56,19
30,50
2,21
104,97
2
13,57
104
57,90
30,80
2,23
104,97
2
18,44
105
1,95
31,00
2,31
105,03
2
16,76
105
3,33
30,70
2,28
105,06
2
20,58
105
7,57
30,30
2,34
105,13
2
18,25
105
8,22
30,60
2,30
105,14
2
16,74
105
10,37
30,70
2,28
105,17
2
20,47
105
15,17
30,90
2,24
105,25
2
19,43
105
16,74
30,80
2,32
105,28
2
18,38
105
18,37
30,30
2,31
105,30
2
22,17
105
24,53
30,60
2,37
105,40
2
20,45
105
25,42
30,70
2,34
105,42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar